Cast:
- Chen Nai Rong (Nylon Chen) as Fang Wei Qi
- Wei Man (Mandy Wei) as Chen Xie Li
Sore itu angin berhembus cukup kencang. Dedaunan kering di jalanan beterbangan, menimbulkan suara gesekan pada jalanan aspal. Suasana di jalan kecil pertengahan kota sudah mulai sepi, hanya ada beberapa anak kecil yang masih bermain di luar. Seorang gadis merapatkan cardigan berwarna pink pucat di tubuhnya. Rambut sebahu yang tergerai dengan poni rata di dahinya beterbangan, membuatnya tampak kacau. Namun gadis itu tidak repot-repot untuk merapikannya. Saat ini yang ada di pikirannya hanyalah mempercepat langkahnya untuk bisa segera sampai di kamar apartemennya.
"Xie Li xiao jie, ni hui lai le."
Gadis bercardigan pink pucat yang bernama Chen Xie Li itu tersenyum dan mengangguk kecil pada Paman Wang, salah satu petugas keamanan di apartemen tempat ia tinggal saat ini. Sebenarnya dibilang apartemen, bangunan ini lebih cocok disebut sebagai wisma. Tapi entah mengapa pengelola gedung ini justru menamai tempat ini Bougenville Apartment. Sebenarnya Chen Xie Li bisa saja tinggal bersama orang tuanya, tapi ia berkeras ingin hidup mandiri dengan tinggal terpisah dengan orang tuanya dan memilih membuka usaha penyewaan buku di sebuah toko kecil dekat apartemennya. Sebagai pekerjaan sampingan, setiap tiga kali seminggu, Chen Xie Li akan pergi ke sanggar ballet pada sore hari untuk mengajar. Selain gemar membaca buku, Xie Li juga senang menari ballet sejak kecil. Hanya saja karena sebuah insiden kecil yang mengakibatkan tulang pergelangan kakinya terluka, maka Xie Li harus mengubur impiannya menjadi seorang ballerina.
"Selamat sore, Paman Wang." kata Xie Li pelan seraya melangkahkan kakinya menuju pintu lobby apartemen. Paman Wang memandang Xie Li dengan kernyitan di dahinya. Ada yang lain dengan Xie Li sore ini. Tadi pagi Xie Li masih menampakkan wajah ceria. Xie Li memang tipe seorang gadis yang selalu ceria dan tersenyum lebar. Seakan hidupnya tidak cukup sulit untuk bisa membuatnya bersedih bahkan sedetik pun. Namun sore ini, Xie Li tampak berbeda. Sangat berbeda. Ada mendung yang tersirat dalam mata dan wajahnya. Paman Wang yang cukup akrab dengan Xie Li karena gadis itu sudah tinggal di sana selama 4 tahun bisa membacanya dengan jelas.
"Selamat sore, Paman Wang!" belum selesai Paman Wang memikirkan perubahan Xie Li, seorang pemuda menepuk pelan bahunya. Ia langsung tersenyum lebar mengetahui siapa yang menyapanya. Satu lagi penghuni apartemen favoritnya. Seorang pria muda berusia 27 tahun bernama Fang Wei Qi juga memiliki sifat yang menyenangkan. Dia memang tidak seceria Chen Xie Li, namun pembawaannya yang selalu bersemangat dan optimis membuat pria itu begitu mudah disukai oleh siapa saja.
"Ah, Fang Wei Qi xian sheng. Kapan buku barumu terbit lagi? Aku sudah tidak sabar untuk membacanya."
"Paman Wang harus membelinya, jangan membaca gratisan terus."
"Kau ini bagaimana? Kau kan tau aku ini orang yang kurang mampu. Masa kau tega menyuruhku membeli novelmu yang mahal itu hanya demi kesenangan pribadi? Mumpung ada novelis terkenal sepertimu yang tinggal di apartemen ini, kenapa tidak kumanfaatkan saja?"
"Hahahaha.." Mereka berdua tertawa. Paman Wang memang suka bercanda. Tidak hanya kepada Fang Wei Qi, tapi juga hampir kepada seluruh penghuni apartemen.
"Masih lama, paman. Aku baru akan memikirkan ide ceritanya."
"Jangan lama-lama mencari idenya ya. Aku sungguh sudah tidak sabar. Buku-bukumu itu sangat bagus. Aku sampai terhanyut membacanya."
"Terima kasih." kata Fang Wei Qi seraya mengusap bagian belakang lehernya pertanda salah tingkah.
Walaupun sudah sering dipuji sebagai novelis handal, namun Fang Wei Qi masih belum terbiasa dengan pujian terang-terangan seperti ini. Lagipula yang mengetahui bahwa Fang Wei Qi adalah seorang novelis hanyalah segelintir orang yang dekat dengannya karena ia menggunakan nama pena untuk setiap karyanya dan tidak ingin fotonya dipublikasi.
"Kalau begitu, saya masuk dulu, Paman Wang."
"Ya, silahkan."
Dengan langkah tergesa-gesa, Fang Wei Qi memasuki pintu lobby apartemen. Paman Wang hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Fang Wei Qi. Siapa bilang semua pria tampan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi? Paman Wang tahu alasan Fang Wei Qi melangkah dengan tergesa-gesa seperti itu. Juga alasan Fang Wei Qi selalu pulang ke apartemen bertepatan dengan kepulangan Chen Xie Li. Ya, tak lain dan tak bukan adalah karena Fang Wei Qi menyukai Chen Xie Li. Ia tidak tahu kapan persisnya Fang Wei Qi mulai menyukai Chen Xie Li, tapi yang ia tahu, Fang Wei Qi selalu menatap Chen Xie Li seperti menatap sebuah berlian cantik dan mahal yang tidak bisa ia beli karena tidak punya cukup uang.
Fang Wei Qi sebenarnya punya peluang besar untuk mendapatkan hati Chen Xie Li, kalau saja Chen Xie Li tidak memiliki kekasih. Terkadang kekasihnya itu datang untuk menjemput Chen Xie Li berangkat kerja. Jangan ditanya bagaimana ekspresi Chen Xie Li setiap kali bertemu dengan kekasihnya. Wajahnya begitu cerah, senyuman tak pernah lepas dari wajahnya, dan matanya tampak bersinar. Sangat terlihat bahwa Chen Xie Li sangat mencintai kekasihnya itu. Namun hari ini sinar di mata Chen Xie Li meredup. Paman Wang tidak ingin menduga hal-hal yang belum pasti. Tapi sedikit banyak ia berharap hal ini ada hubungannya dengan kekasih Chen Xie Li. Sejujurnya Paman Wang sendiri tidak begitu menyukai kekasih Chen Xie Li. Entah mengapa, tapi ia merasa kekasih gadis itu tidak mencintai Chen Xie Li dengan tulus.
"Kalau begitu, saya masuk dulu, Paman Wang."
"Ya, silahkan."
Dengan langkah tergesa-gesa, Fang Wei Qi memasuki pintu lobby apartemen. Paman Wang hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Fang Wei Qi. Siapa bilang semua pria tampan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi? Paman Wang tahu alasan Fang Wei Qi melangkah dengan tergesa-gesa seperti itu. Juga alasan Fang Wei Qi selalu pulang ke apartemen bertepatan dengan kepulangan Chen Xie Li. Ya, tak lain dan tak bukan adalah karena Fang Wei Qi menyukai Chen Xie Li. Ia tidak tahu kapan persisnya Fang Wei Qi mulai menyukai Chen Xie Li, tapi yang ia tahu, Fang Wei Qi selalu menatap Chen Xie Li seperti menatap sebuah berlian cantik dan mahal yang tidak bisa ia beli karena tidak punya cukup uang.
Fang Wei Qi sebenarnya punya peluang besar untuk mendapatkan hati Chen Xie Li, kalau saja Chen Xie Li tidak memiliki kekasih. Terkadang kekasihnya itu datang untuk menjemput Chen Xie Li berangkat kerja. Jangan ditanya bagaimana ekspresi Chen Xie Li setiap kali bertemu dengan kekasihnya. Wajahnya begitu cerah, senyuman tak pernah lepas dari wajahnya, dan matanya tampak bersinar. Sangat terlihat bahwa Chen Xie Li sangat mencintai kekasihnya itu. Namun hari ini sinar di mata Chen Xie Li meredup. Paman Wang tidak ingin menduga hal-hal yang belum pasti. Tapi sedikit banyak ia berharap hal ini ada hubungannya dengan kekasih Chen Xie Li. Sejujurnya Paman Wang sendiri tidak begitu menyukai kekasih Chen Xie Li. Entah mengapa, tapi ia merasa kekasih gadis itu tidak mencintai Chen Xie Li dengan tulus.
***
Sesaat sebelum Chen Xie Li menutup pintu lobby apartemen, Fang Wei Qi menahannya. Chen Xie Li sedikit terkejut tapi ia hanya tersenyum kaku dan melepaskan pegangannya pada pintu. Chen Xie Li memutar tubuhnya dan melangkah ke dalam apartemen. Fang Wei Qi mengernyitkan dahinya melihat reaksi Chen Xie Li yang tidak seperti biasanya. Ternyata bukan hanya Paman Wang saja yang merasakan keanehan itu. Fang Wei Qi pun sama. Biasanya saat mereka berpapasan seperti itu, Chen Xie Li akan tersenyum lebar dan membukakan pintu itu untuk Fang Wei Qi. Meskipun setelah itu mereka tidak lagi saling bertegur sapa, setidaknya Fang Wei Qi tahu, Chen Xie Li adalah orang yang ceria dengan senyuman lebarnya itu. Tapi hari ini ia tampak berbeda. Senyuman yang baru saja ditujukan padanya begitu kaku, juga tak ada binar cahaya di mata Chen Xie Li.
Sambil perlahan mengikuti langkah Chen Xie Li menuju elevator, Fang Wei Qi tak henti-hentinya mengamati Chen Xie Li. Gadis itu terus menunduk. Tidak bergeming. Hingga pintu elevator terbuka dan mereka melangkah masuk. Chen Xie Li menekan tombol 4, sedangkan Fang Wei Qi menekan tombol 3. Suasana sunyi di dalam elevator pun terasa berbeda. Biasanya kesunyian ini masih terasa indah bagi Fang Wei Qi. Tapi melihat wajah mendung Xie Li, kesunyian kali ini sungguh terasa hampa. Tidak ada sinar, tidak ada cahaya, tidak ada senyuman Xie Li yang bisa membuat hatinya hangat.
Elevator berhenti di lantai tiga dengan sebuah dentingan halus. Fang Wei Qi masih bergeming di tempatnya saat pintu elevator terbuka. Pikirannya masih terfokus pada Chen Xie Li.
"Sudah sampai di lantaimu." suara Chen Xie Li membuat Fang Wei Qi tersentak. Ia tidak tahu apakah harus senang atau sedih mendengar suara itu. Bisa dibilang ini kalimat pertama yang diucapkan Chen Xie Li padanya. Tapi kalimat yang dilontarkan padanya terdengar datar dan suram. Ia bahkan tidak menolehkan kepalanya pada Fang Wei Qi.
"Y.. Ya."
Dengan berat hati Fang Wei Qi melangkah keluar. Ia pun kemudian memutar tubuhnya kembali dan menatap Chen Xie Li yang masih ada di dalam elevator. Gadis itu masih menunduk. Dan... apakah Fang Wei Qi tidak salah lihat? Tampak segulir air mata mengalir di pipi Chen Xie Li. Apakah benar itu air mata? Sebelum sempat melihatnya lebih jelas, pintu elevator perlahan menutup, mengantar Xie Li ke lantai 4, kamar apartemennya.
Chen Xie Li... Apa yang terjadi? Siapa yang berani membuatmu bersedih seperti itu? Sebuah amarah dan kesedihan muncul di dalam hati Fang Wei Qi. Keinginan untuk memeluk dan menghibur gadis itu pun terasa sangat kuat. Namun ia sadar tak bisa melakukannya. Ia bukan siapa-siapa, hanya sesama penghuni apartemen.
Fang Wei Qi berbalik dan melangkahkan kakinya perlahan menuju kamar apartemennya. Ia langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya.
"Chen Xie Li, apa yang sedang kau lakukan di atas sana? Apa kau sedang menangis?"
"Jangan bersedih, Chen Xie Li. Aku ingin kau terus tersenyum."
Fang Wei Qi terus melontarkan kalimat-kalimat keresahannya. Seandainya penghuni kamar yang terletak tepat di atas kamarnya itu bisa mendengar isi hatinya. Fang Wei Qi memang sengaja menyewa kamar itu setelah tahu letak kamar Chen Xie Li agar ia bisa tidur nyenyak sambil menatap langit-langit kamarnya dengan membayangkan bahwa di atas sana, Chen Xie Li sedang melakukan hal yang sama.
Namun sepertinya malam ini Fang Wei Qi tidak akan bisa tidur nyenyak. Air mata yang mengalir di pipi Chen Xie Li tadi masih terekam jelas dalam benaknya.
***
Chen Xie Li menutup pelan pintu apartemennya. Tanpa bisa ditahan lagi seketika itu juga kakinya terasa lunglai. Chen Xie Li terduduk di lantai kamarnya. Air mata yang sejak tadi ditahannya mengalir deras begitu saja tanpa bisa dihentikan. Chen Xie Li terus membekap mulutnya sendiri dengan kedua tangannya, berusaha agar isakan tangisnya tidak terdengar sampai luar. Biarpun ia tinggal di apartemen, tapi setiap kamar hanya dibatasi tembok biasa. Tidak ada fasilitas mewah seperti peredam suara di dindingnya. Tangisan yang tertahan itu membuat nafas Chen Xie Li kian sesak, begitu pula dengan hatinya.
Perlahan Chen Xie Li membangunkan tubuhnya lalu merangkak naik ke atas tempat tidur. Diambilnya bantal bersarung putih miliknya lalu dibenamkan wajahnya pada bantal tersebut. Perlahan isak tangisnya menjadi kencang dan berubah menjadi sebuah teriakan. Namun berkat bantal yang dipeluknya, suara tangisan itu teredam sempurna. Kini Chen Xie Li bebas mengeluarkan tangisannya. Suara tangis nan pilu itu hanya memenuhi kamar Chen Xie Li yang gelap...
...TO BE CONTINUED