Wednesday, November 14, 2012

Ga Punya Pacar karena Terbiasa Dengan Keadaan?

Well, saat ini saya masih duduk di bangku kuliah semester 7. Tahun depan saya akan lulus kuliah (amin!).  Selama kuliah ga banyak teman yang saya punya. Memang hal ini disebabkan oleh sifat pendiam saya yang tidak terlalu bisa bergaul dengan banyak orang dan lebih nyaman berada pada lingkungan yang tidak terlalu ramai. Teman terdekat saya ada tiga orang, dua di antaranya adalah teman SMA-ku (yang satu teman SMP malah!). Saya merasa beruntung bisa terus bersama mereka berdua, mungkin memang sudah takdirnya saat kami daftar di kuliah yang sama bersama-sama, mendapatkan nomor induk mahasiswa yang berurutan dan ditempatkan di kelas yang sama hingga saat ini. Nah, kami mulai mengenal teman dekat yang satu lagi sekitar semester tiga. Saat itu kami tergabung dalam sebuah kelompok di kelas Kewirausahaan. Esoknya kami mulai ngobrol dan kumpul bersama, hingga nebeng mobilnya untuk pulang. Sejak saat itu lah kami mulai dekat hingga sekarang.
Hingga suatu hari, entah bagaimana pembicaraan ini bermula, kami membahas soal pacar. Kami semua memang masih single, sehingga topik semacam ini jarang kami bicarakan. Saya bercerita mengenai teman sekantor saya yang menargetkan untuk menikah di usia 25 tahun. Saya langsung mengeluarkan pendapat saya mengenai hal itu. Saya tidak pernah menargetkan di usia berapa saya akan menikah, toh pacar saja saya belum punya. Terlepas dari penampilan fisik, menurut saya di usia 25 tahun adalah usia yang sangat matang dan pas untuk berkarir dan menjadi orang sukses. Jadi saya berpikir, saya akan mensukseskan diri saya sendiri dulu baru saya akan menikah. Mungkin kalian pikir, ini harusnya dikatakan oleh seorang pria, toh nantinya wanita bila sudah menikah akan tetap mengurus rumah tangga, jadi buat apa meniti karir tinggi-tinggi?
Well, bagi saya, menjadi orang sukses itu penting, walaupun saya adalah wanita. Saudara saya perempuan semua, yang biasanya anak perempuan itu nantinya akan bergantung pada suaminya. Lantas bagaimana nasib orang tua saya? Apakah hanya karena mereka tidak memiliki anak laki-laki, lantas mereka tidak bisa menikmati masa tua nya dengan bahagia? Tidak! Sejak dulu saya ingin sekali membuat orang tua saya bahagia. Melihat bagaimana perjuangan mereka menghidupi kami berempat, dari saat saya masih hidup berkecukupan hingga saat ini di mana ada kalanya kami merasa kekurangan dan tidak sanggup untuk membiayai keperluan kami, terutama untuk biaya sekolah atau kuliah. Sulit sekali mereka mengumpulkan uang yang untungnya selalu bisa terbayar dan kami bisa sekolah dengan lancar. Saya sudah bertekad dan berjanji bahwa saya nantinya akan bekerja dan menjadi orang sukses, supaya saya bisa membaginya dengan orang tua saya, membantu mereka meringankan biaya sekolah adik-adik saya. Jadi pantaslah saya memiliki pemikiran seperti ini. Mereka menargetkan usia pernikahan karena memang mereka sudah menemukan pasangan dan mereka memiliki saudara laki-laki yang bisa mereka andalkan untuk meringankan beban orang tua. Saya tidak menganggap menjadi orang sukses adalah beban, melainkan sebagai tanggung jawab dan keinginan saya sendiri untuk bisa membantu orang tua.
Lalu, pembicaraan berlanjut dengan sebuah pertanyaan, mengapa sampai sekarang kami belum juga punya pacar? Yah secara fisik kami memang tidak terlalu buruk (kecuali aku tentunya, LOL). Lalu sebuah kalimat dari teman dekat saya begitu terpatri dalam benak saya. “Mungkin karena kita sudah terbiasa bersama, makanya kita gak membuka hati kita untuk orang lain. Apalagi bila orang-orang melihat kita yang begitu dekat, mereka pikir kita pacaran (kami memang terdiri dari 2 cewe dan 2 cowo), jadi mereka ga berani mendekati kita.”
Apa benar seperti itu? Yah, mungkin ada benarnya juga. Selama ini kami ke mana-mana selalu bersama, menikmati persahabatan kami yang kadang diselingi dengan pertengkaran, namun lebih banyak tawa canda yang kami alami, semua itu membuat kami semakin dekat satu sama lain. Mungkin karena kenyamanan inilah yang membuat kami “buta” bahwa kami sebenarnya membutuhkan sesuatu yang lain selain persahabatan, yaitu cinta. Kemudian kalimat berikutnya lebih membuatku berpikir hingga saat ini, yaitu “Gue takut kalau nantinya gue punya pacar, gak akan sedekat gue ke kalian, ga akan merasa nyaman kayak gini.” Ini dicetuskan oleh temen cowo saya. Ya, saya pernah berpikir seperti itu. Saya merasa bila kita nantinya bertemu dengan pasangan kita, akan membutuhkan proses yang agak lama untuk bisa menjadi akrab seperti persahabatan kami. Saya harus memulainya dari awal, perkenalan, PDKT, dan lain-lain. Hal itu sangat melelahkan. Jauh lebih baik bila pasangan kita adalah orang yang sudah akrab dengan kita. Mungkin pemikiran seperti ini yang ada di pikiran mereka yang akhirnya jadian dengan sahabat mereka sendiri. Tapi kemudian ada sesuatu dalam hati saya yang membantah. Kalau kita jadian dengan sahabat kita sendiri, lalu di mana sisi “surprise”nya? Kita sudah terlalu mengenal dirinya, sehingga segala sesuatunya akan terlihat sama dan biasa saja. Jadi tidak ada bedanya dengan saat-saat mereka masih menjadi sahabat. Mungkin juga pemikiran inilah yang membuat sebagian mereka yang jadian dengan sahabat akhirnya kandas dan memilih untuk kembali menjadi sahabat.
Yah, semua hal itu memang butuh proses. Sebenarnya sih tidak perlu takut bila nanti kita menemukan pasangan, kita tidak bisa menjadi sedekat persahabatan kami. Tapi saya yakin, bila memang kita bisa membawa diri, bisa beradaptasi, dan kalau memang itulah takdir kita, kenapa tidak? Bahkan hubungan kita dengan pasangan bisa jauh lebih dekat dari persahabatan.
Itulah obrolan kami mengenai pacar. Mungkin ada benarnya bahwa kami telah merasa nyaman dengan persahabatan kami, tapi hey! Kita kan masih kuliah. Masih panjang perjalanan, masih ada dunia kerja yang menanti kita. Toh nanti saat lulus kuliah kami akan berpisah juga, tidak mungkin lagi bisa bekerja di tempat yang sama (kecuali kalau memang Tuhan yang menghendakinya, haha..). Kita akan bertemu dengan orang-orang baru, pertemanan yang baru, dan mungkin saja di tempat itulah kita menemukan pasangan kita. Siapa yang tahu? Yah, jalani saja apa yang ada saat ini, jodoh di tangan Tuhan, kalau memang saatnya tepat, kita pasti akan menemukannya. Sekarang, nikmati saja persahabatan ini di sisa-sisa waktu menjelang tugas akhir, skripsi, dan kelulusan!! Yeay~

With Love,

Phelina Felim
15.11.2012 / 9.20