Friday, November 28, 2014

幸福在妳身邊 - Wishing for Happiness [PART 1]


Cast:
- Chen Nai Rong (Nylon Chen) as Fang Wei Qi
- Wei Man (Mandy Wei) as Chen Xie Li

Sore itu angin berhembus cukup kencang. Dedaunan kering di jalanan beterbangan, menimbulkan suara gesekan pada jalanan aspal. Suasana di jalan kecil pertengahan kota sudah mulai sepi, hanya ada beberapa anak kecil yang masih bermain di luar. Seorang gadis merapatkan cardigan berwarna pink pucat di tubuhnya. Rambut sebahu yang tergerai dengan poni rata di dahinya beterbangan, membuatnya tampak kacau. Namun gadis itu tidak repot-repot untuk merapikannya. Saat ini yang ada di pikirannya hanyalah mempercepat langkahnya untuk bisa segera sampai di kamar apartemennya.

"Xie Li xiao jie, ni hui lai le."

Gadis bercardigan pink pucat yang bernama Chen Xie Li itu tersenyum dan mengangguk kecil pada Paman Wang, salah satu petugas keamanan di apartemen tempat ia tinggal saat ini. Sebenarnya dibilang apartemen, bangunan ini lebih cocok disebut sebagai wisma. Tapi entah mengapa pengelola gedung ini justru menamai tempat ini Bougenville Apartment. Sebenarnya Chen Xie Li bisa saja tinggal bersama orang tuanya, tapi ia berkeras ingin hidup mandiri dengan tinggal terpisah dengan orang tuanya dan memilih membuka usaha penyewaan buku di sebuah toko kecil dekat apartemennya. Sebagai pekerjaan sampingan, setiap tiga kali seminggu, Chen Xie Li akan pergi ke sanggar ballet pada sore hari untuk mengajar. Selain gemar membaca buku, Xie Li juga senang menari ballet sejak kecil. Hanya saja karena sebuah insiden kecil yang mengakibatkan tulang pergelangan kakinya terluka, maka Xie Li harus mengubur impiannya menjadi seorang ballerina.

"Selamat sore, Paman Wang." kata Xie Li pelan seraya melangkahkan kakinya menuju pintu lobby apartemen. Paman Wang memandang Xie Li dengan kernyitan di dahinya. Ada yang lain dengan Xie Li sore ini. Tadi pagi Xie Li masih menampakkan wajah ceria. Xie Li memang tipe seorang gadis yang selalu ceria dan tersenyum lebar. Seakan hidupnya tidak cukup sulit untuk bisa membuatnya bersedih bahkan sedetik pun. Namun sore ini, Xie Li tampak berbeda. Sangat berbeda. Ada mendung yang tersirat dalam mata dan wajahnya. Paman Wang yang cukup akrab dengan Xie Li karena gadis itu sudah tinggal di sana selama 4 tahun bisa membacanya dengan jelas.

"Selamat sore, Paman Wang!" belum selesai Paman Wang memikirkan perubahan Xie Li, seorang pemuda menepuk pelan bahunya. Ia langsung tersenyum lebar mengetahui siapa yang menyapanya. Satu lagi penghuni apartemen favoritnya. Seorang pria muda berusia 27 tahun bernama Fang Wei Qi juga memiliki sifat yang menyenangkan. Dia memang tidak seceria Chen Xie Li, namun pembawaannya yang selalu bersemangat dan optimis membuat pria itu begitu mudah disukai oleh siapa saja.

"Ah, Fang Wei Qi xian sheng. Kapan buku barumu terbit lagi? Aku sudah tidak sabar untuk membacanya."
"Paman Wang harus membelinya, jangan membaca gratisan terus."
"Kau ini bagaimana? Kau kan tau aku ini orang yang kurang mampu. Masa kau tega menyuruhku membeli novelmu yang mahal itu hanya demi kesenangan pribadi? Mumpung ada novelis terkenal sepertimu yang tinggal di apartemen ini, kenapa tidak kumanfaatkan saja?"
"Hahahaha.." Mereka berdua tertawa. Paman Wang memang suka bercanda. Tidak hanya kepada Fang Wei Qi, tapi juga hampir kepada seluruh penghuni apartemen.
"Masih lama, paman. Aku baru akan memikirkan ide ceritanya."
"Jangan lama-lama mencari idenya ya. Aku sungguh sudah tidak sabar. Buku-bukumu itu sangat bagus. Aku sampai terhanyut membacanya."
"Terima kasih." kata Fang Wei Qi seraya mengusap bagian belakang lehernya pertanda salah tingkah.

Walaupun sudah sering dipuji sebagai novelis handal, namun Fang Wei Qi masih belum terbiasa dengan pujian terang-terangan seperti ini. Lagipula yang mengetahui bahwa Fang Wei Qi adalah seorang novelis hanyalah segelintir orang yang dekat dengannya karena ia menggunakan nama pena untuk setiap karyanya dan tidak ingin fotonya dipublikasi.

"Kalau begitu, saya masuk dulu, Paman Wang."
"Ya, silahkan."

Dengan langkah tergesa-gesa, Fang Wei Qi memasuki pintu lobby apartemen. Paman Wang hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Fang Wei Qi. Siapa bilang semua pria tampan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi? Paman Wang tahu alasan Fang Wei Qi melangkah dengan tergesa-gesa seperti itu. Juga alasan Fang Wei Qi selalu pulang ke apartemen bertepatan dengan kepulangan Chen Xie Li. Ya, tak lain dan tak bukan adalah karena Fang Wei Qi menyukai Chen Xie Li. Ia tidak tahu kapan persisnya Fang Wei Qi mulai menyukai Chen Xie Li, tapi yang ia tahu, Fang Wei Qi selalu menatap Chen Xie Li seperti menatap sebuah berlian cantik dan mahal yang tidak bisa ia beli karena tidak punya cukup uang.

Fang Wei Qi sebenarnya punya peluang besar untuk mendapatkan hati Chen Xie Li, kalau saja Chen Xie Li tidak memiliki kekasih. Terkadang kekasihnya itu datang untuk menjemput Chen Xie Li berangkat kerja. Jangan ditanya bagaimana ekspresi Chen Xie Li setiap kali bertemu dengan kekasihnya. Wajahnya begitu cerah, senyuman tak pernah lepas dari wajahnya, dan matanya tampak bersinar. Sangat terlihat bahwa Chen Xie Li sangat mencintai kekasihnya itu. Namun hari ini sinar di mata Chen Xie Li meredup. Paman Wang tidak ingin menduga hal-hal yang belum pasti. Tapi sedikit banyak ia berharap hal ini ada hubungannya dengan kekasih Chen Xie Li. Sejujurnya Paman Wang sendiri tidak begitu menyukai kekasih Chen Xie Li. Entah mengapa, tapi ia merasa kekasih gadis itu tidak mencintai Chen Xie Li dengan tulus.
***
Sesaat sebelum Chen Xie Li menutup pintu lobby apartemen, Fang Wei Qi menahannya. Chen Xie Li sedikit terkejut tapi ia hanya tersenyum kaku dan melepaskan pegangannya pada pintu. Chen Xie Li memutar tubuhnya dan melangkah ke dalam apartemen. Fang Wei Qi mengernyitkan dahinya melihat reaksi Chen Xie Li yang tidak seperti biasanya. Ternyata bukan hanya Paman Wang saja yang merasakan keanehan itu. Fang Wei Qi pun sama. Biasanya saat mereka berpapasan seperti itu, Chen Xie Li akan tersenyum lebar dan membukakan pintu itu untuk Fang Wei Qi. Meskipun setelah itu mereka tidak lagi saling bertegur sapa, setidaknya Fang Wei Qi tahu, Chen Xie Li adalah orang yang ceria dengan senyuman lebarnya itu. Tapi hari ini ia tampak berbeda. Senyuman yang baru saja ditujukan padanya begitu kaku, juga tak ada binar cahaya di mata Chen Xie Li.

Sambil perlahan mengikuti langkah Chen Xie Li menuju elevator, Fang Wei Qi tak henti-hentinya mengamati Chen Xie Li. Gadis itu terus menunduk. Tidak bergeming. Hingga pintu elevator terbuka dan mereka melangkah masuk. Chen Xie Li menekan tombol 4, sedangkan Fang Wei  Qi  menekan tombol 3. Suasana sunyi di dalam elevator pun terasa berbeda. Biasanya kesunyian ini masih terasa indah bagi Fang Wei Qi. Tapi melihat wajah mendung Xie Li, kesunyian kali ini sungguh terasa hampa. Tidak ada sinar, tidak ada cahaya, tidak ada senyuman Xie Li yang bisa membuat hatinya hangat.

Elevator berhenti di lantai tiga dengan sebuah dentingan halus. Fang Wei Qi masih bergeming di tempatnya saat pintu elevator terbuka. Pikirannya masih terfokus pada Chen Xie Li.

"Sudah sampai di lantaimu." suara Chen Xie Li membuat Fang Wei Qi tersentak. Ia tidak tahu apakah harus senang atau sedih mendengar suara itu. Bisa dibilang ini kalimat pertama yang diucapkan Chen Xie Li padanya. Tapi kalimat yang dilontarkan padanya terdengar datar dan suram. Ia bahkan tidak menolehkan kepalanya pada Fang Wei Qi.

"Y.. Ya."

Dengan berat hati Fang Wei Qi melangkah keluar. Ia pun kemudian memutar tubuhnya kembali dan menatap Chen Xie Li yang masih ada di dalam elevator. Gadis itu masih menunduk. Dan... apakah Fang Wei Qi tidak salah lihat? Tampak segulir air mata mengalir di pipi Chen Xie Li. Apakah benar itu air mata? Sebelum sempat melihatnya lebih jelas, pintu elevator perlahan menutup, mengantar Xie Li ke lantai 4, kamar apartemennya.

Chen Xie Li... Apa yang terjadi? Siapa yang berani membuatmu bersedih seperti itu? Sebuah amarah dan kesedihan muncul di dalam hati Fang Wei Qi. Keinginan untuk memeluk dan menghibur gadis itu pun terasa sangat kuat. Namun ia sadar tak bisa melakukannya. Ia bukan siapa-siapa, hanya sesama penghuni apartemen.

Fang Wei Qi berbalik dan melangkahkan kakinya perlahan menuju kamar apartemennya. Ia langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya.

"Chen Xie Li, apa yang sedang kau lakukan di atas sana? Apa kau sedang menangis?"
"Jangan bersedih, Chen Xie Li. Aku ingin kau terus tersenyum."

Fang Wei Qi terus melontarkan kalimat-kalimat keresahannya. Seandainya penghuni kamar yang terletak tepat di atas kamarnya itu bisa mendengar isi hatinya. Fang Wei Qi memang sengaja menyewa kamar itu setelah tahu letak kamar Chen Xie Li agar ia bisa tidur nyenyak sambil menatap langit-langit kamarnya dengan membayangkan bahwa di atas sana, Chen Xie Li sedang melakukan hal yang sama. 

Namun sepertinya malam ini Fang Wei Qi tidak akan bisa tidur nyenyak. Air mata yang mengalir di pipi Chen Xie Li tadi masih terekam jelas dalam benaknya.
***
Chen Xie Li menutup pelan pintu apartemennya. Tanpa bisa ditahan lagi seketika itu juga kakinya terasa lunglai. Chen Xie Li terduduk di lantai kamarnya. Air mata yang sejak tadi ditahannya mengalir deras begitu saja tanpa bisa dihentikan. Chen Xie Li terus membekap mulutnya sendiri dengan kedua tangannya, berusaha agar isakan tangisnya tidak terdengar sampai luar. Biarpun ia tinggal di apartemen, tapi setiap kamar hanya dibatasi tembok biasa. Tidak ada fasilitas mewah seperti peredam suara di dindingnya. Tangisan yang tertahan itu membuat nafas Chen Xie Li kian sesak, begitu pula dengan hatinya.

Perlahan Chen Xie Li membangunkan tubuhnya lalu merangkak naik ke atas tempat tidur. Diambilnya bantal bersarung putih miliknya lalu dibenamkan wajahnya pada bantal tersebut. Perlahan isak tangisnya menjadi kencang dan berubah menjadi sebuah teriakan. Namun berkat bantal yang dipeluknya, suara tangisan itu teredam sempurna. Kini Chen Xie Li bebas mengeluarkan tangisannya. Suara tangis nan pilu itu hanya memenuhi kamar Chen Xie Li yang gelap...

...TO BE CONTINUED

Friday, November 14, 2014

Rainie Yang 楊丞琳 - 快轉 Kuai Zhuan (Lyric + Indonesia Translation)


究竟是誰太懶惰 
Jiu jing shi shei tai lan duo
連爭吵都沒有
Lian zheng chao dou mei you
我們還是在牽手 
Wo men hai shi zai qian shou
卻不像往前走
Que bu xiang wang qian zou
雖然在心中早排演過 
Sui ran zai xin zhong zao pai yan guo
不知不覺到了盡頭
Bu zhi bu jue dao le jin tou

究竟是誰怕寂寞 
Jiu jing shi shei pa ji mo
才忍住沒開口
Cai ren zhu mei kai kou
你的自由在等我 
Ni de zi you zai deng wo
這一次會想通
Zhe yi ci hui xiang tong
已經比別人幸福很多 
Yi jing bi bie ren xing fu hen duo
至少我們是微笑著分手
Zhi shao wo men shi wei xiao zhe fen shou

時間能不能快轉幾分鐘
Shi jian neng bu neng kuai zhuan ji fen zhong
穿越到我們能再做朋友
Chuan yue dao wo men neng zai zuo peng you
把感情都淨空 
Ba gan qing dou jing kong
讓你再認識我 
Rang ni zai ren shi wo
或許是最好結果 
Huo xu shi zui hao jie guo

時間能不能快轉幾分鐘
Shi jian neng bu neng kuai zhuan ji fen zhong
目送你開始追求新的夢
Mu song ni kai shi zhui qiu xin de meng
像家人揮揮手 
Xiang jia ren hui hui shou
那樣的溫柔
Na yang de wen rou
是我們之間僅有的然後
Shi wo men zhi jian jin you de ran hou

究竟是誰怕寂寞 
Jiu jing shi shei pa ji mo
才忍住沒開口
Cai ren zhu mei kai kou
你的自由在等我 
Ni de zi you zai deng wo
這一次會想通
Zhe yi ci hui xiang tong
已經比別人幸福很多 
Yi jing bi bie ren xing fu hen duo
至少我們是微笑著分手
Zhi shao wo men shi wei xiao zhe fen shou

時間能不能快轉幾分鐘
Shi jian neng bu neng kuai zhuan ji fen zhong
穿越到我們能再做朋友
Chuan yue dao wo men neng zai zuo peng you
把感情都淨空 
Ba gan qing dou jing kong
讓你再認識我 
Rang ni zai ren shi wo
或許是最好結果 
Huo xu shi zui hao jie guo

時間能不能快轉幾分鐘
Shi jian neng bu neng kuai zhuan ji fen zhong
目送你開始追求新的夢
Mu song ni kai shi zhui qiu xin de meng
像家人揮揮手 
Xiang jia ren hui hui shou
那樣的溫柔
Na yang de wen rou
是我們之間僅有的然後
Shi wo men zhi jian jin you de ran hou

時間能不能快轉幾分鐘
Shi jian neng bu neng kuai zhuan ji fen zhong
穿越到我們能再做朋友
Chuan yue dao wo men neng zai zuo peng you
把感情都淨空 
Ba gan qing dou jing kong
讓你再認識我 
Rang ni zai ren shi wo
或許是最好結果 
Huo xu shi zui hao jie guo

時間能不能快轉幾分鐘
Shi jian neng bu neng kuai zhuan ji fen zhong
目送你開始追求新的夢
Mu song ni kai shi zhui qiu xin de meng
像家人揮揮手 
Xiang jia ren hui hui shou
那樣的溫柔
Na yang de wen rou
是我們之間僅有的然後
Shi wo men zhi jian jin you de ran hou

是我們之間僅有的然後
Shi wo men zhi jian jin you de ran hou

INDONESIA TRANSLATION
Sebenarnya siapa yang terlalu malas
Bahkan tidak ada satupun pertengkaran
Kita masih bergandengan tangan
Tapi tidak berjalan seperti dulu
Meskipun sejak awal telah berlatih dalam hati
Tanpa sadar telah mencapai akhir

Sebenarnya siapa yang takut kesepian
Sampai menahan diri untuk mulai berbicara
Kebebasanmu sedang menungguku
Kali ini akan terwujud
Sudah banyak lebih bahagia dibandingkan orang lain
Setidaknya kita berpisah dengan senyuman

Bisakah waktu berputar lebih cepat beberapa menit
Melewati waktu sampai kita bisa berteman lagi
Membersihkan semua perasaan
Membiarkanmu mengenalku lagi
Mungkin adalah hasil yang terbaik

Bisakah waktu berputar lebih cepat beberapa menit
Melihatmu mulai mengejar mimpi yang baru
Melambaikan tangan dengan kelembutan seperti sebuah keluarga
Adalah satu-satunya yang tersisa di antara kita di kemudian hari

Sebenarnya siapa yang takut kesepian
Sampai menahan diri untuk mulai berbicara
Kebebasanmu sedang menungguku
Kali ini akan terwujud
Sudah banyak lebih bahagia dibandingkan orang lain
Setidaknya kita berpisah dengan tersenyum

Bisakah waktu berputar lebih cepat beberapa menit
Melewati waktu sampai kita bisa berteman lagi
Membersihkan semua perasaan
Membiarkanmu mengenalku lagi
Mungkin adalah hasil yang terbaik

Bisakah waktu berputar lebih cepat beberapa menit
Melihatmu mulai mengejar mimpi yang baru
Melambaikan tangan dengan kelembutan seperti sebuah keluarga
Adalah satu-satunya yang tersisa di antara kita di kemudian hari

Bisakah waktu berputar lebih cepat beberapa menit
Melewati waktu sampai kita bisa berteman lagi
Membersihkan semua perasaan
Membiarkanmu mengenalku lagi
Mungkin adalah hasil yang terbaik

Bisakah waktu berputar lebih cepat beberapa menit
Melihatmu mulai mengejar mimpi yang baru
Melambaikan tangan dengan kelembutan seperti sebuah keluarga
Adalah satu-satunya yang tersisa di antara kita di kemudian hari

Adalah satu-satunya yang tersisa di antara kita di kemudian hari


Wednesday, October 8, 2014

Rachel Liang 梁文音 - 分手後不要做朋友 (Fen Shou Hou Bu Yao Zuo Peng You) Lyric + Indonesia Translation


删掉你手机的讯息 清空你专属的抽屉
Shan diao ni shou ji de xun xi qing kong ni zhuan shu de chou ti
如果可以的话 多想从来没认识过你
Ru guo ke yi de hua duo xiang cong lai mei ren shi guo ni
只剩少了你的空景 何时不再触景伤情
Zhi sheng shao le ni de kong jing he shi bu zai chu jing shang qing
雨滴和泪滴 总是会混在一起
Yu di he lei di zong shi hui hun zai yi qi

你爱我 你伤我 不算什么
Ni ai wo ni shang wo bu suan shen me
反正我 绝不说 我多难过
Fan zheng wo jue bu shuo wo duo nan guo
有你的我 没有你的我 往后日子都得过
You ni de wo mei you ni de wo wang hou ri zi dou de guo

你内疚 你难受 别告诉我
Ni nei jiu ni nan shou bie gao su wo
免得我 又搞错 当作承诺
Mian de wo you gao cuo dang zuo cheng nuo
谅解背后的颤抖 谁关心过
Liang jie bei hou de chan dou shei guan xin guo

我不坚强 分手后不要做朋友
Wo bu jian qiang fen shou hou bu yao zuo peng you
我不善良 不想看你牵她的手
Wo bu shan liang bu xiang kan ni qian ta de shou
该怎么走 就怎么走
Gai zen me zou jiu zen me zou
不必那么努力演洒脱轻松
Bu bi na me nu li yan sa tuo qing song

就算寂寞 分手也不要做朋友
Jiu suan ji mo fen shou ye bu yao zuo peng you
就算宇宙 早就安排好这结果
Jiu suan yu zhou zao jiu an pai hao zhe jie guo
你曾经牢牢地在我生命里附着
Ni zeng jing lao lao de zai wo sheng ming li fu zhuo
我要如何去假装 我没有爱过
Wo yao ru he qu jia zhuang wo mei you ai guo

终于不必为你挂心 终于多点爱给自己
Zhong yu bu bi wei ni gua xin zhong yu duo dian ai gei zi ji
好过不好过 都已跟你没关系
Hao guo bu hao guo dou yi gen ni mei guan xi

你爱我 你伤我 不算什么
Ni ai wo ni shang wo bu suan shen me
反正我 绝不说 我多难过
Fan zheng wo jue bu shuo wo duo nan guo
有你的我 没有你的我 往后日子都得过
You ni de wo mei you ni de wo wang hou ri zi dou de guo

你内疚 你难受 别告诉我
Ni nei jiu ni nan shou bie gao su wo
免得我 又搞错 当作承诺
Mian de wo you gao cuo dang zuo cheng nuo
谅解背后的颤抖 谁关心过
Liang jie bei hou de chan dou shei guan xin guo

我不坚强 分手后不要做朋友
Wo bu jian qiang fen shou hou bu yao zuo peng you
我不善良 不想看你牵她的手
Wo bu shan liang bu xiang kan ni qian ta de shou
该怎么走 就怎么走
Gai zen me zou jiu zen me zou
不必那么努力演洒脱轻松
Bu bi na me nu li yan sa tuo qing song

就算寂寞 分手也不要做朋友
Jiu suan ji mo fen shou ye bu yao zuo peng you
就算宇宙 早就安排好这结果
Jiu suan yu zhou zao jiu an pai hao zhe jie guo
你曾经牢牢地在我生命里附着
Ni zeng jing lao lao de zai wo sheng ming li fu zhuo
我要如何去假装 我没有爱过
Wo yao ru he qu jia zhuang wo mei you ai guo

我太爱了 分手后做不了朋友
Wo tai ai le fen shou hou zuo bu liao peng you
泪流干了 还洗不掉那些温柔
Lei liu gan le hai xi bu diao na xie wen rou
不要蹉跎 不要联络
Bu yao cuo tuo bu yao lian luo
就让我安安静静走完以后
Jiu rang wo an an jing jing zou wan yi hou

我忘不了 我们曾不只是朋友
Wo wang bu liao wo men zeng bu zhi shi peng you
从今以后 思念再走不到尽头
Cong jin yi hou si nian zai zou bu dao jin tou
你曾经紧紧地把我拥在你怀中
Ni zeng jing jin jin de ba wo yong zai ni huai zhong
我要如何去假装 你没有爱过
Wo yao ru he qu jia zhuang ni mei you ai guo

Indonesia Translation
Hapus pesan di ponselmu, kosongkan laci eksklusif-mu
Kalau boleh dikatakan, kupikir sebaiknya tidak pernah mengenalmu
Hanya tersisa sedikit pemandangan kosongmu saat tidak lagi merasakan luka
Air hujan dan air mata senantiasa bercampur menjadi satu

Kau mencintaiku, kau menyakitiku, tidak berarti apa-apa
Bagaimanapun, saya tidak akan berkata saya sangat sedih
Hari sebelumnya, baik ada maupun tanpa dirimu, semuanya pernah kudapatkan

Jangan beritahu aku kesalahan dan ketidaknyamanan-mu
Supaya aku tidak membuat kesalahan saat menjanjikan sesuatu
Mengerti getaran di belakang, siapa yang pernah peduli?

Aku tidak kuat, jangan berteman setelah berpisah
Aku tidak baik, tidak ingin melihatmu memegang tangannya
Bagaimana seharusnya berjalan, maka berjalanlah seperti itu
Tidak perlu berjuang keras untuk menunjukkannya dengan mudah

Bahkan jika kesepian pun jangan berteman setelah berpisah
Bahkan jika alam semesta telah mengatur hasilnya dengan baik
Pernahkah kau melekat erat dalam kehidupanku
Aku ingin berpura-pura bahwa aku tidak pernah mencintaimu

Akhirnya tidak perlu menggantung hatimu, akhirnya bisa lebih mencintai diri sendiri
Baik atau tidak baik, sudah tidak ada hubungannya denganmu

Kau mencintaiku, kau menyakitiku, tidak berarti apa-apa
Bagaimanapun, saya tidak akan berkata saya sangat sedih
Hari sebelumnya, baik ada maupun tanpa dirimu, semuanya pernah kudapatkan

Jangan beritahu aku kesalahan dan ketidaknyamanan-mu
Supaya aku tidak membuat kesalahan saat menjanjikan sesuatu
Mengerti getaran di belakang, siapa yang pernah peduli?

Aku tidak kuat, jangan berteman setelah berpisah
Aku tidak baik, tidak ingin melihatmu memegang tangannya
Bagaimana seharusnya berjalan, maka berjalanlah seperti itu
Tidak perlu berjuang keras untuk menunjukkannya dengan mudah

Bahkan jika kesepian pun jangan berteman setelah berpisah
Bahkan jika alam semesta telah mengatur hasilnya dengan baik
Pernahkah kau melekat erat dalam kehidupanku
Aku ingin berpura-pura bahwa aku tidak pernah mencintaimu

Aku terlalu cinta, setelah berpisah tidak bisa berteman lagi
Air mata telah mengering, namun masih tidak bisa menghilangkan kelembutan itu
Jangan menyia-nyiakan waktu, jangan lagi saling berhubungan
Cukup biarkan aku menyelesaikannya dengan tenang

Aku tidak akan pernah lupa, kita dulu bukan hanya sekedar teman
Mulai saat ini, kerinduan tidak akan pernah lagi menemukan ujungnya
Pernahkah kau memelukku dengan erat dalam pelukanmu?
Aku ingin berpura-pura bahwa kau tidak pernah mencintaiku

OST Deja-Vu (Taiwan Drama)
Rachel Liang

Wednesday, September 24, 2014

Popu Lady - Zhe Yang De Xing Fu Gang Gang Hao (这样的幸福刚刚好) -- Hanzi-Pinyin Lyric + Indonesia Translation


陽光照著 葉子片片閃亮
Yángguāng zhàozhe yèzi piàn piàn shǎn liàng
我閉上眼 靠在你溫熱肩膀
wǒ bì shàng yǎn kào zài nǐ wēn rè jiānbǎng
單車搖晃 你問我怕不怕路長
dānchē yáohuàng nǐ wèn wǒ pà bùpà lù zhǎng
卻沒聽到 我在背後偷笑了
què méi tīngdào wǒ zài bèihòu tōu xiàole

想讓你知道 就這樣的幸福剛剛好
xiǎng ràng nǐ zhīdào jiù zhèyàng de xìngfú gānggāng hǎo
每一天 手牽手被甜蜜圍繞 追著風到處去炫耀
měi yītiān shǒu qiānshǒu bèi tiánmì wéirào zhuīzhe fēng dàochù qù xuànyào
你的一切 都是我眼裡的無價之寶
nǐ de yīqiè dōu shì wǒ yǎn lǐ de wújiàzhībǎo
不去貪心 更多更好
bù qù tānxīn gèng duō gèng hǎo
獨一無二的你 就是我的驕傲
dúyīwú'èr de nǐ jiùshì wǒ de jiāo'ào

在你身邊 每一秒都是驚歎號
zài nǐ shēnbiān měi yī miǎo dōu shì jīngtànhào
笑和眼淚 從此都找到依靠
xiào hé yǎnlèi cóngcǐ dōu zhǎodào yīkào

想讓你知道 就這樣的幸福剛剛好
xiǎng ràng nǐ zhīdào jiù zhèyàng de xìngfú gānggāng hǎo
每一天 手牽手被甜蜜圍繞 追著風到處去炫耀
měi yītiān shǒu qiānshǒu bèi tiánmì wéirào zhuīzhe fēng dàochù qù xuànyào
你的一切 都是我眼裡的無價之寶
nǐ de yīqiè dōu shì wǒ yǎn lǐ de wújiàzhībǎo
不去貪心 更多更好
bù qù tānxīn gèng duō gèng hǎo
獨一無二的你 就是我的驕傲
dúyīwú'èr de nǐ jiùshì wǒ de jiāo'ào

想讓你知道 就這樣的幸福剛剛好
xiǎng ràng nǐ zhīdào jiù zhèyàng de xìngfú gānggāng hǎo
每一天 心貼心被快樂環繞 煩惱變得越來越少
měi yītiān xīn tiēxīn bèi kuàilè huánrào fánnǎo biàn dé yuè lái yuè shǎo
你的胸膛 變成我專屬的秘密海島
nǐ de xiōngtáng biànchéng wǒ zhuānshǔ de mìmì hǎidǎo
不去貪心 更遠更高
bù qù tānxīn gèng yuǎn gèng gāo
完整地擁有你 是最大的驕傲
wánzhěng dì yǒngyǒu nǐ shì zuìdà de jiāo'ào

不管世界有多吵鬧
bùguǎn shìjiè yǒu duō chǎonào
躲進你 的懷抱
duǒ jìn nǐ de huáibào
一起做一個美得不用醒的夢 多麼奇妙
yīqǐ zuò yīgè měi dé bùyòng xǐng de mèng duōme qímiào

不問永遠 還有多遠
bùwèn yǒngyuǎn hái yǒu duō yuǎn
只要相信 總能遇見
zhǐyào xiāngxìn zǒng néng yùjiàn
就把答案 交給時間
jiù bǎ dá'àn jiāo gěi shíjiān
總有一天 它會來到我們的眼前
zǒng yǒu yītiān tā huì lái dào wǒmen de yǎnqián

INDONESIA TRANSLATION
Cerahnya sinar matahari, lembaran-lembaran daun tampak berkilauan
Aku memejamkan mata di bahumu yang hangat
Goncangan saat bersepeda, kau bertanya apakah aku takut dengan jalan yang panjang
Tidak mendengar aku diam-diam tertawa di belakang

Ingin kau tahu kebahagiaan seperti ini sudah cukup
Setiap hari bergandengan tangan dikelilingi oleh rasa yang manis,
mengejar angin di sekitar untuk dipamerkan
Semua yang ada pada dirimu tidak ternilai harganya di mataku
Tidak serakah bahwa lebih banyak lebih baik
Keunikan-mu adalah kebanggaanku

Di sisimu, setiap detik adalah hal yang menyenangkan
Tawa dan air mata sejak saat itu telah menemukan tempat untuk bersandar

Ingin kau tahu kebahagiaan seperti ini sudah cukup
Setiap hari bergandengan tangan dikelilingi oleh rasa yang manis,
mengejar angin di sekitar untuk dipamerkan
Semua yang ada pada dirimu tidak ternilai harganya di mataku
Tidak serakah bahwa lebih banyak lebih baik
Keunikan-mu adalah kebanggaanku

Ingin kau tahu kebahagiaan seperti ini sudah cukup
Setiap hari hati ke hati dikelilingi oleh kebahagiaan, kesedihan menjadi semakin berkurang
Dadamu menjadi pulau rahasiaku yang istimewa
Tidak serakah untuk lebih jauh lebih tinggi
Kesempurnaan dalam memilikimu adalah kebanggaan terbesar

Tidak peduli seberapa bising dunia
Bersembunyi dalam pelukanmu
Bersama-sama membuat mimpi indah yang tak perlu dibangun, betapa indahnya

Tidak bertanya masih berapa jauh selamanya
Hanya percaya suatu hari pasti dapat bertemu
Biarkan waktu yang menjawabnya
Suatu hari ia pasti akan datang ke hadapan kita


Tuesday, September 23, 2014

這樣的幸福剛剛好 (Zhe Yang Xing Fu Gang Gang Hao - This Kind of Happiness is Enough) - Short Story

“Ya Lun, wo xi huan ni (Aku menyukaimu)!” aku memejamkan mata saat meneriakkan kalimat itu. Lalu kubuka mataku untuk melihat reaksi Ya Lun. Sembari membubuhkan tanda tangan pada album terbarunya, ia menatapku dan tersenyum. Ya, senyum itulah yang membuatku tidak bisa tidur setiap malam selama 5 tahun belakangan ini. Senyuman yang sangat kurindukan.
Xie Xie (Terima kasih).” Katanya.
Aku mengerjapkan mataku. Terima kasih? Oh, bukan itu yang ingin kudengar. Aku tidak perlu ucapan terima kasihnya. Aku perlu jawaban. Tapi setelah berpikir bahwa di mata Ya Lun, hubunganku dan dia hanyalah sebatas idola dan penggemarnya, aku lantas kecewa dan menggelengkan kepalaku.
Bu shi! Wo xi huan ni! Zhen de xi huan ni. (Bukan! Aku menyukaimu! Benar-benar menyukaimu!)” Bagus! Kini aku terlihat seperti orang yang keras kepala dan tidak tahu malu. Sementara Ya Lun mengernyit bingung, namun senyuman belum lepas dari wajahnya.
“Ya Lun, ni ji de wo ma? (Kau ingat padaku tidak?)” tanyaku, masih tidak mau kalah.
Kernyit di dahi Ya Lun semakin dalam. Aku sadar aku telah melakukan hal bodoh. Kejadian antara aku dan Ya Lun sudah lama terjadi dan tidak bisa dikatakan sebagai sebuah peristiwa yang besar. Setidaknya untuk Ya Lun. Tapi bagiku, kejadian tersebut berdampak besar bagiku, terutama hatiku.
Xiao jie, ni de zhuan ji (Nona, ini albummu).” Kata salah satu staff sambil menyerahkan album yang telah ditandatangani Ya Lun padaku. Aku terpaksa mengalihkan perhatianku dan mengambil album tersebut.
Wo xi huan ni (Aku menyukaimu).” Kataku lagi, kali ini dengan tatapan yang lebih serius.
“Oh, Xie xie.” Lagi-lagi ucapan terima kasih yang kudapat. Aku menghela nafas kecewa lalu berbalik pergi sebelum penggemar lain mendecak sebal karena aku menghalangi mereka untuk segera bertatap muka dengan Ya Lun.
Sementara Ya Lun kembali sibuk menyapa dan memberi tandatangan, aku masih menatapnya dari kejauhan. Kalau perlu sampai acara ini selesai.
Aku kembali mengulang kejadian antara diriku dengan Ya Lun. Sekitar lima tahun yang lalu saat aku masih duduk di bangku SMP.

“Hei, kau jangan kegenitan ya! Dong Xun itu pacarku! Jangan berani kau mendekatinya! Memangnya kau pikir kau ini siapa? Hanya gadis miskin tak tahu diri yang nyasar di sekolah kami!”
Aku terdiam saat dipojokkan oleh senior di sekolahku. Begitu bel pulang sekolah berbunyi dan aku melangkah keluar kelas, dua orang seniorku segera menyeretku keluar sekolah. Aku dibawa ke sebuah lapangan kosong yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Di sana sudah menunggu seorang siswi senior cantik yang tentunya sangat populer di sekolah bernama Vivian. Aku hampir tidak percaya bahwa sekarang akulah yang akan jadi korban penindasan mereka. Aku memang pernah mendengar betapa sadisnya senior cantik yang satu ini. Kata murid-murid yang lain, jangan pernah mendekati pacar Vivian jika tidak mau celaka. Tapi aku tidak pernah tahu bahwa pacar Vivian yang dimaksud adalah Dong Xun, ketua klub sastra yang keren itu. Aku sudah jatuh cinta pada dunia sastra sejak kecil sehingga aku sangat senang saat mengetahui di sekolahku ini ada sebuah klub sastra, dan menjadi semakin semangat setelah bertemu dengan Dong Xun sebagai ketuanya. Dong Xun adalah orang yang sangat baik. Ia sering membantuku jika aku mengalami kesulitan, juga memberikan ilmu-ilmu sastra yang tidak pernah kuketahui sebelumnya. Aku senang dengan cara Dong Xun bercerita. Pembawaannya yang ceria membuatku ikut larut dalam setiap ucapannya. Senyumnya yang manis pun terkadang mampu membuat jantungku berdebar-debar.
“Kenapa kau diam saja? Kau tuli?!” Vivian mulai membentak, membuatku terkejut.
“A.. Aku tidak tahu.”
“Tidak tahu? Kau tidak tahu Dong Xun itu pacarku? Hah! Kau memang benar-benar kurang pergaulan! Tidak pantas sekolah di tempat kami! Sebaiknya kau keluar saja! Jangan membuat sekolah kami kotor!”
Vivian kemudian mendorongku hingga jatuh. Aku meringis kesakitan.
“Hey!” Tepat saat aku terjatuh, sebuah suara terdengar dari kejauhan. Kami menoleh bersamaan dan melihat seorang pemuda sedang berlari menghampiri kami.
“Siapa kau?” tanya Vivian dengan nada dingin. Sementara pemuda tersebut sudah berdiri di depanku yang masih terduduk di atas tanah.
“Kalian tidak perlu tahu siapa aku. Kalian tidak pantas melakukan penindasan seperti ini.” Kata pemuda itu dengan tegas.
“Kami tidak menindasnya. Dia yang mulai mencari masalah dengan kami.” Vivian tidak mau disalahkan.
“Bukan begini caranya. Pergi sekarang juga! Atau akan kulapor polisi atas tindakan penganiayaan.”
Wajah Vivian tampak sedikit pucat. Tapi ia masih berusaha bersikap tenang.
“Serius sekali. Kami kan hanya main-main.” Setelah mengatakan hal itu, Vivian mengajak dua temannya untuk pergi  meninggalkan lapangan.
Pemuda itu membalikkan tubuhnya dan mengulurkan tangannya padaku. Dengan sedikit ragu aku mengulurkan tanganku dan berdiri. Pantatku masih sedikit sakit tapi kutahan.
“Terima kasih.” Kataku.
“Sama-sama.” Pemuda itu tersenyum padaku. Entah bagaimana caranya senyuman itu langsung tertanam di otakku. Menjalar ke seluruh tubuhku dan berujung pada jantungku yang berdebar kencang. Debaran ini bahkan melebihi debaran saat aku sedang memandangi Dong Xun. Dan debaran ini berbeda. Ia memberikan kehangatan di hatiku.
“Kau harus kuat, jangan mau ditindas seperti itu.” Katanya lagi. Refleks aku menganggukkan kepalaku.
“Bagus.” Katanya lalu menepuk pelan kepalaku. Kakiku lemas seketika. Sentuhan tangannya di kepalaku entah mengapa membuatku lumpuh. Kalau saja aku tidak tahu malu, aku pasti sudah terduduk lemas. Tapi aku berusah untuk tetap menjaga keseimbangan tubuhku.
Wo shi Ya Lun. (Namaku Ya Lun). Kau?” Pemuda bernama Ya Lun itu mengulurkan tangannya, mengajakku bersalaman.
“Mei Ling.” Aku membalas jabatan tangannya. Hangat. Rasanya aku tidak ingin melepaskannya. Mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Tapi apakah ini cinta? Aku sendiri belum paham benar.
“Kau mau minta tanda tanganku?”
“Hah?” Aku mengernyit atas pertanyaan anehnya.
“Hahaha.. Kai wan xiao de la (Aku bercanda). Siapa tahu nanti aku jadi terkenal, kau akan sulit untuk mendapatkan tanda tanganku.”
Aku tertawa kecil mendengar gurauannya. Kami pun akhirnya berpisah begitu saja. Tidak saling bertukar e-mail atau nomor ponsel. Dan aku terlalu sibuk dengan debaran jantungku sehingga tidak terpikir untuk memintanya.

Siapa sangka, gurauannya menjadi kenyataan. Lihatlah ia sekarang. Menjadi aktor dan penyanyi terkenal di Asia. Ini pertama kalinya aku bisa hadir di acara tanda tangan Ya Lun, bertatap muka lagi untuk kedua kalinya. Berharap ia menyapa dan menanyakan kabarku. Tapi mengingatku saja tidak. Mungkin baginya, kejadian kecil itu tidak berarti. Hanya sepotong kejadian tak penting yang kebetulan terselip dalam perjalanan hidupnya.
Aku kecewa, tentu saja. Aku sudah berharap banyak. Aku dengan pikiran bodohku. Artis se-terkenal Ya Lun mana mungkin ingat dengan kejadian itu. Siapalah diriku ini? Hanya satu dari sekian banyak penggemar, tak lebih dari seekor kutu sekalipun, yang bermimpi bahwa seorang Ya Lun akan mengingatku hanya dari sepotong kisah tak berarti.
Ya Lun kembali tersenyum pada penggemarnya. Senyum yang dulu kupikir hanya untukku dan tertanam di benakku seorang, kini sudah menjadi milik publik. Tapi sepotong kisah itu telah menjadi kenangan tersendiri untukku. Kenangan indah yang hanya melibatkan aku dan Ya Lun seorang, meskipun ia tidak mengingatnya.
Tidak apa-apa. Setidaknya aku sudah mengungkapkan perasaanku padanya.” Ucapku dalam hati, mencoba menghibur diriku sendiri. Ya, hanya dengan melihat senyuman itu sekali lagi saja, sudah cukup membuatku bahagia.

***

Friday, September 19, 2014

嫁給我 (Jia Gei Wo) - Marry Me

Ni gen wo jie hun, hao bu hao? (Menikahlah denganku, ya?)”
Setelah dua tahun berpacaran, akhirnya kalimat itu terlontar juga dari mulutku. Saat ini, aku dan pacarku sedang menikmati indahnya pemandangan kota Taipei di malam hari dari atas jembatan. Semalaman aku memikirkan kalimat ini. Aku mempertimbangkan semua perkataan teman-temanku. Katanya, jika aku mengatakan kalimat ini, maka harga diriku akan jatuh. Tapi aku sudah tidak peduli. Jika aku tidak mengatakannya, sampai kapanpun hubunganku tidak akan maju. Dan aku sudah bosan dengan ketidakpastian ini.
Sementara hatiku berdebar-debar menanti jawabannya, pria berkacamata di hadapanku malah menatapku bingung. Ya, kalian tidak salah baca atau mengira bahwa aku salah ketik. Pria di hadapanku ini adalah pacarku. Dan aku adalah wanita. Jadi, sekarang kalian mengerti, kan, mengapa teman-temanku berkata bahwa harga diriku akan jatuh jika aku mengucapkan kalimat yang seharusnya diucapkan oleh pria di hadapanku ini.
Aku gemas sekali melihat tingkahnya. Pacarku memang sangat pemalu. Bahkan dulu, aku yang mengajaknya berpacaran setelah melihat gerak-geriknya yang sepertinya menyukaiku. Dia memang menyukaiku, dan aku lega sekaligus senang dia menyetujui ajakanku berkencan. Aku selalu suka sifat pemalunya, membuatku ingin sering-sering menggodanya hanya untuk melihat reaksinya yang sangat manis di mataku.
Kupikir setelah lama berpacaran, dia akan berubah. Tapi ternyata tidak ada sedikitpun perubahan yang kurasakan. Bisa dibilang, selama ini akulah yang memegang kendali atas perjalanan cinta kami. Rasanya jiwa kami tertukar.
Kalau dipikir-pikir, lucu juga. Seharusnya aku memutuskan hubungan ini dan mencari pria lain yang lebih memiliki prinsip dan ketegasan. Juga bisa kujadikan sandaran jika aku sedang bersedih. Tapi yang terjadi sekarang, aku malah mengajaknya menikah. Entahlah, mungkin karena aku mencintainya. Cinta? Benarkah aku mencintainya? Bisakah aku hidup bersama dengan orang selalu bergantung padaku?
Zheng Xi menundukkan kepalanya. Ini pertanda bahwa ia sedang malu atau takut. Kali ini aku tidak tahu yang mana perasaannya. Aku gemas sekaligus kesal. Apa segitu beratnya menjawab pertanyaanku? Kenapa ia harus ragu-ragu? Bukankah selama ini dia selalu menuruti apapun yang aku minta?
“Li.. Li Xue..” suara Zheng Xi sedikit bergetar saat ia memanggil namaku, sementara kepalanya masih menunduk. “Pernikahan itu… hanya sekali seumur hidup.. Apa.. kau.. yakin? Apa kau.. sungguh mencintaiku?”
Wah, ini sungguh kejadian yang sangat jarang terjadi. Zheng Xi mengutarakan pendapatnya!
“Mengapa? Kau tidak yakin? Kau tidak mencintaiku?” aku malah menantang Zheng Xi.
Zheng Xi mengangkat wajahnya dan menatapku dengan pandangan terkejut. Tapi ia tidak mengucapkan apa-apa.
“Zheng Xi, bisakah kau bersikap tegas sekali saja? Bisakah sekali saja kau yang memegang kendali atas hubungan kita? Kenapa selalu aku yang harus maju terlebih dahulu? Aku ini wanita, dan kau pria! Aku juga ingin bersandar pada seseorang di saat aku sedih. Tidak bisakah aku mendapatkannya darimu? Bisakah kau lebih memiliki prinsip? Bahkan ajakan menikah saja kau tidak bisa mengambil keputusan!” nada suaraku semakin meninggi.
Kalau ingin jujur, sebenarnya aku lelah dengan hubungan ini. Tapi bukannya memutuskan hubungan, aku malah mengajaknya menikah, yang kemudian mungkin akan berujung dengan pertengkaran.
“Kenapa kau diam? Ni shuo hua a! Wo men jie hun, hao ma? (Bicaralah! Kita menikah, oke?)”
“Li.. Li Xue.. Masalah itu…”
Ni ai wo ma? (Apa kau mencintaiku?)” Ah, kalimat itu sudah lama ingin kutanyakan, tapi aku selalu tidak tega. Aku tidak ingin meragukan hubungan kami. Tapi sekarang, aku sudah tidak tahan lagi dan akhirnya bertanya. Memang setelah dipikir-pikir, Zheng Xi sekalipun tidak pernah mengatakan cinta padaku. Jika aku mengatakan bahwa aku mencintainya, reaksi Zheng Xi hanya tersenyum malu dan menunduk. Dulu kupikir reaksi itu berarti bahwa dia juga mencintaiku. Namun, sekarang aku menjadi ragu. Dan semakin ragu dengan keputusanku untuk mengajaknya menikah.
Wo.. (Aku..)” Aku melihat Zheng Xi ingin mengatakan sesuatu namun terasa sangat sulit.
“Kau sulit mengatakannya? Apa karena kau takut menyakitiku?”
Zheng Xi malah terdiam. Baiklah, mungkin keputusanku ini salah. Kupikir selama ini Zheng Xi mencintaiku. Tapi ternyata ini hanya kesimpulanku sendiri. Aku merasa sangat bodoh sekarang.
Ni bu ai wo, dui ba? (Kau tidak mencintaiku, benar  kan?)”
Zheng Xi masih diam. Keringat mulai terlihat di keningnya. Ini mungkin memang jawabannya. Ia tidak mencintaiku. Seharusnya sejak dulu aku menanyakan hal ini.
Dui bu qi (Maaf). Selama ini aku telah memaksakan kehendakku. Aku mengajakmu pacaran, aku yang mengambil keputusan selama ini tanpa peduli bagaimana perasaanmu. Kupikir kau juga mencintaiku. Ternyata aku yang bodoh.”
Wo men fen shou, ba.. (Kita putus saja..)” kataku lirih setelah jeda beberapa saat. “Maaf sudah menyita waktumu selama dua tahun ini.” Dan bersamaan dengan itu, air mataku menggenang dan jatuh. Aku pun membalikkan tubuhku dan melangkah pergi.
Aku berharap Zheng Xi mengejarku, menarikku ke dalam pelukannya, dan berkata bahwa ia tidak bermaksud menyakitiku, bahwa ia sebenarnya mencintaiku, dan ia ingin menikah denganku. Tapi lagi-lagi hanya aku yang berpikir terlalu banyak. Zheng Xi tidak mengejarku. Bahkan sekedar memanggil namaku pun tidak. Aku sungguh kecewa. Aku telah menyia-nyiakan waktuku dan Zheng Xi dengan hubungan yang memang seharusnya tidak pernah terjalin.
***
Ni men fen shou?! Zen me hui! (Kalian putus? Bagaimana bisa!)”
“Ha ha.. Hao ke xiao, shi ba? (Lucu kan?)”
Yi dian dou bu ke xiao (Sama sekali tidak lucu)! Dui bu qi (Maaf), aku tidak tahu kau sedang sedih, aku malah asyik bercerita tentang pacarku.”
Mei guan xi la, ni kai xin, wo ye kai xin (Tidak apa apa, kau senang, aku pun ikut senang).” Kataku dengan lirih. Tapi sungguh, aku ikut bahagia jika sahabatku ini bahagia.
Ni shuo, wei shen me? Ni bu shi shuo ni yao gen ta jie hun ma? (Katakan, kenapa? Bukankah kau bilang ingin mengajaknya menikah?)”
Ta bu ai wo. Wo hai neng shuo shen me ne? (Dia tidak mencintaiku. Apa lagi yang bisa kukatakan?)” kataku sambil  menarik nafas panjang. Air mata kembali menggenang di pelupuk mataku.
Hari sudah semakin larut. Sudah satu setengah jam berlalu sejak aku meninggalkan Zheng Xi di jembatan dan pulang ke rumah. Aku yang sedih dan butuh tempat curhat pun segera menelepon Xiao You. Ternyata hari ini Xiao You sedang bergembira karena mendapat kejutan dari pacarnya sehingga ia langsung bercerita panjang lebar bergitu aku meneleponnya. Aku pun terpaksa menunda untuk menceritakan kesedihanku hari ini. Sementara kami berbincang di telepon, hujan mulai turun deras di luar sana. Petir mulai bersahutan. Langit malam ini sepertinya mengerti kesedihanku dan turut menangis.
Ta zhen de bu ai ni? Ni zen me zhi dao? Ta gen ni shuo ma? (Dia benar-benar tidak mencintaimu? Bagaimana kau tahu? Apa dia mengatakannya padamu?)”
Bu yong shuo, wo jiu zhi dao le. Ta cong lai gen ben bu ai wo. (Tidak perlu dikatakan, aku sudah tahu. Dia selama ini memang tidak mencintaiku.)”
Dan shi, yi qian ta shuo ta xi huan ni ya. Ru guo bu xi huan, wei shen me ta yuan yi cheng wei ni de nan peng you ne? (Tapi dulu dia bilang menyukaimu. Jika tidak suka, kenapa dia mau menjadi pacarmu?)”
Ta xi huan wo. Bu shi ai. Ru guo ta ai wo, ta yi ding hui da ying gen wo jie hun. Wo xiang xiang, cong lai ta mei you shuo guo ai wo de hua. (Dia menyukaiku. Bukan cinta. Jika dia mencintaiku, dia pasti menyetujui ajakanku untuk menikah. Setelah dipikir-pikir selama ini dia tidak pernah mengatakan cinta padaku.)” Aku tertawa getir.
Li Xue.. Ni bi xu nai xin. Wo xiang xin, you yi tian, ni neng zhao dao geng hao geng hao de nan sheng. (Kau harus bersabar. Aku percaya, suatu hari nanti kau bisa menemukan pria yang lebih baik.) Pria yang bisa kau jadikan sandaran, yang bisa kau andalkan, dan mencintaimu selamanya. Ni bu yao zai nan guo, hao ma? (Kau jangan bersedih lagi, oke?)”
Aku menghapus air mataku.
En..” aku menyanggupinya, walaupun aku tau akan sulit rasanya untuk tidak bersedih.
“Li Xue, sudah satu jam kita berbincang di telepon. Ini sudah malam, sebaiknya kau tidur. Istirahatlah, jangan terlalu dipikirkan. Putus cinta adalah hal yang wajar.”
“Entahlah apa aku bisa tidur atau tidak.”
“Kau harus bisa! Aku tidur dulu ya, sampai jumpa besok.”
“Ya. Sampai jumpa besok. Terima kasih sudah mau kutelepon malam-malam.”
Mei you wen ti la. Bu yao ke qi. Wo men shi hao peng you ma. (Tidak masalah. Jangan sungkan. Kita kan sahabat.)”
Aku tersenyum kecil. “Baiklah. Wan an (Selamat malam).”
“Ya, wan an, Li Xue.”
Telepon terputus. Suasana mendadak sunyi. Hanya terdengar suara hujan yang sangat deras di luar sana. Aku kembali menghela nafas panjang. Suasana sunyi ini mulai menyiksaku.

Yue xiang kan de jian, yue kan bu jian
Yue xiang kao xin li jin yi dian, yue zou de yao yuan..
Yue shi qian shan wan shui, yue xiang yong li qu zhui…
Wo de meng he shi neng bu luo kong..
Ni shi fou hui zai xia ge lu kou.”

Dengan malas aku mengambil ponselku yang berdering dan mataku seketika terbelalak melihat siapa yang meneleponku. Zheng Xi? Untuk apa lagi ia meneleponku?
Wei..” aku menjawab dengan nada dingin.
Terdengar suara berisik di seberang telepon. Di mana Zheng Xi berada sekarang? Apa ia sedang di luar rumah? Bukankah di luar sedang hujan?
Suara desahan nafas terdengar.
Wei? Zheng Xi?” aku mulai panik.
“…”
“Zheng Xi? Ni zai na’r?”
“Li.. Li Xue..” akhirnya suara Zheng Xi terdengar, meskipun hampir kalah dengan suara berisik dari sekelilingnya. “Bu.. Buka pintu. Kumohon..”
“Hah? Wei? Zheng Xi? Kau di mana?”
“Bu.. Buka pintu. Aku ada di depan wisma.”
Aku segera membanting ponselku begitu otakku bisa mencerna ucapan Zheng Xi. Zheng Xi ada di depan wisma? Aku pun berlari keluar kamar setelah mengambil payung dan kunci gembok, kemudian dengan cepat menuruni tangga menuju gerbang depan. Satpam tidak terlihat di pos nya, entah ke mana. Aku mulai kesal dengan kinerja keamanan di wisma tempatku tinggal.
Aku membuka payung begitu sampai di lantai bawah dan kakiku menjadi lemas seketika melihat Zheng Xi berdiri di depan gerbang sambil menggigil kedinginan. Sudah berapa lama ia berada di luar? Mengapa ia ada di sini? Begitu banyak pertanyaan yang melintas dalam otakku. Namun aku berusaha mengabaikannya. Dengan cepat aku membuka gembok dan gerbang wisma. Kupayungi Zheng Xi. Ia tersenyum melihatku.
Bodoh! Dalam keadaan begini ia masih bisa tersenyum.
“Zheng Xi! Ni shi sha gua ya (Kau bodoh ya)? Kenapa kau bisa ada di sini? Masuklah. Hari ini menginap saja di tempatku.”
“Tidak.” Zheng Xi menarik tangannya saat aku hendak menariknya masuk ke dalam wisma.
“Zheng Xi! Kau bisa sakit jika berada di luar. Aku tahu, kau tidak sudi menginjak kamarku lagi. Aku tahu kau tidak mau berada di dekatku lagi. Tapi kumohon, masuklah.”
“Aku sudah mengumpulkan semua keberanianku. Jadi sebelum keberanianku surut, aku ingin menyelesaikannya sekarang.” Kata Zheng Xi dengan sedikit gemetar.
“Keberanian apa? Kau bisa mengatakannya di dalam.”
Bu xing (tidak bisa).”
“Kenapa tidak bisa? Kumohon, masuk ke dalam. Aku tidak ingin kau sakit. Keringkan badanmu dulu. Apa yang ingin kau bicarakan, bisa kita bicarakan di dalam. Ayo!”
Aku kembali menarik tangan Zheng Xi. Namun ia masih bergeming. Sedetik kemudian Zheng Xi malah menarik tanganku dan memelukku dengan erat. Bajunya yang basah mengenai bajuku. Seketika tangan dan kakiku menjadi lemas. Payung yang kupegang terjatuh dan dengan cepat hujan membasahi seluruh tubuhku. Tapi aku tidak peduli. Yang ada di pikiranku saat ini adalah ketidakpercayaanku pada apa yang sedang terjadi.
Zheng Xi memelukku! Dia memelukku dengan erat! Meskipun hujan membasahi tubuhku, tapi entah mengapa aku justru merasa hangat. Dan kehangatan ini menjalar ke seluruh tubuhku, terutama hatiku.
“Zheng.. Zheng Xi.” Aku memanggilnya dengan lirih dari balik bahunya. “Ke.. Kenapa..”
Wo ai ni(Aku mencintaimu), Li Xue.”
Kalimat itu memang terdengar lemah, tapi aku yakin aku tidak salah mendengar. Ucapan itu terasa begitu dekat di telingaku.
“Aku mencintaimu.” Zheng Xi mengulang ucapannya, membuatku semakin yakin bahwa aku memang tidak salah dengar. “Aku tau aku selama ini bodoh, membebanimu dengan sikap pengecutku. Aku membiarkanmu sendirian mengayuh perahu kita. Aku pengecut karena tidak dapat mengutarakan pendapatku selama ini. Aku.. Aku bahagia bisa bersamamu selama dua tahun ini. Dan aku tentu bahagia saat kau mengajakku menikah denganku tadi, tapi juga sekaligus sedih dan marah. Seharusnya akulah yang mengucapkan kalimat itu, bukan kau. Tapi aku terlalu pengecut untuk sekedar mengatakan isi hatiku, sehingga kau pergi meninggalkanku. Aku telah membiarkanmu berpikir bahwa aku tidak mencintaimu. Aku.. Aku mencintaimu, Li Xue. Sungguh. Maafkan aku karena tidak pernah mengatakannya. Saat kau pergi tadi, aku tersadar. Aku sadar bahwa aku salah selama ini. Aku tidak bisa kehilanganmu hanya karena sifatku ini.”
Ya, Tuhan, ini kalimat terpanjang yang pernah Zheng Xi ucapkan selama aku mengenalnya. Sekarang justru aku yang dibuat tak mampu berkata-kata oleh Zheng Xi. Aku terlalu hanyut dalam setiap kata yang diucapkannya.
Perlahan Zheng Xi melepaskan pelukannya. Wajahnya kini tampak semakin pucat dan gemetar. Aku sungguh tidak tega melihatnya.
“Zheng Xi,  masuklah. Kumohon. Kau sudah mengucapkan apa yang ingin kau ucapkan.” Kataku lirih.
Zheng Xi mengangguk. Aku pun tersenyum, kemudian mengambil payung dan menarik Zheng Xi masuk ke dalam wisma.
“Mandilah. Aku akan menyiapkan coklat hangat dan selimut untukmu.” Kataku setelah memberikan handuk,  kaos besar, dan celana rumah milikku untuk Zheng Xi. Zheng Xi mengangguk sambil tersenyum dan masuk ke dalam kamar mandi. Hatiku menghangat kembali. Ini juga pertama kalinya Zheng Xi mandi di wisma-ku.
Setelah mengambil selimut dan meletakkanya di sofa ruang tamu, aku segera menyiapkan segelas coklat hangat untuknya. Sembari menunggu Zheng Xi selesai mandi, aku merenungkan ucapannya tadi sambil mengeringkan rambutku sendiri dengan handuk. Zheng Xi mencintaiku. Sungguh aku sangat bahagia dengan pengakuannya. Ternyata aku tidak bertepuk sebelah tangan.
Begitu mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, aku segera menghampiri Zheng Xi dan menyuruhnya duduk di sofa. Aku pun mengambil coklat hangat yang telah kubuat dan kutaruh di atas meja dekat sofa.
“Minumlah.” Kataku.
Xie xie (terima kasih).”
Aku tersenyum dan duduk di sebelahnya, memandangi Zheng Xi yang sedang meneguk coklatnya. Aku memang sering mengamati wajah Zheng Xi. Bagaimana bentuk rahangnya yang tegas, mata coklatnya yang teduh dengan kacamata yang membingkai, hidungnya yang mancung, dan bibir penuh yang indah. Dengan balutan kaos milikku yang ternyata sedikit ketat, membuat badannya yang bidang terlihat sangat kokoh. Aku sendiri masih tidak menyangka, pria segagah Zheng Xi bisa memiliki sifat yang sangat pemalu.
“Kau istirahatlah.” Kataku setelah Zheng Xi menghabiskan coklatnya. Aku pun beranjak dari sofa, hendak masuk ke dalam kamar dan tidur. Tapi Zheng Xi menahanku sehingga aku kembali duduk di sofa.
Zen me le (Kenapa)?” tanyaku.
Zheng Xi tidak menjawab. Ia merogoh kantong celana milikku yang sedang dipakainya, kemudian mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah yang basah.
“Li.. Li Xue.. Kau tahu? Aku selalu membawa kotak ini ke manapun aku pergi. Tapi hari ini aku lupa membawanya. Karena itulah aku sangat terkejut dengan ucapanmu di jembatan tadi.”
Aku menatapnya dengan bingung. Zheng Xi menarik nafas kemudian melanjutkan ucapannya.
“Sebenarnya.. Saat itu juga aku ingin menghentikan ucapanmu dan mengatakan hal yang seharusnya akulah yang mengucapkannya. Tapi aku… Aku tidak bisa mengucapkannya tanpa kotak ini.”
Jantungku mulai berdetak kencang. Apa ini? Apa Zheng Xi mau melamarku? Tidak mungkin, kan?
“Makanya aku tidak menahanmu saat kau pergi. Aku malah berlari pulang untuk mengambil kotak ini, dan menuju wisma-mu. Aku tidak peduli hujan deras dan petir menyambar. Yang ada di pikiranku tadi adalah aku tidak mau semuanya berakhir. Aku tidak ingin berpisah denganmu. Aku sudah berulang kali mengetuk gerbang tapi tidak ada yang membukanya. Aku mencoba meneleponmu berulang-ulang tapi selalu nada sibuk.”
Aku pun teringat bahwa tadi aku memang berbincang dengan Xiao You di telepon selama satu jam. Dan selama itu pula Zheng Xi menungguku di bawah. Aku benar-benar terkejut dan menutup mulutku dengan kedua tanganku. Aku begitu jahat, membiarkan Zheng Xi menunggu di luar selama itu! Zheng Xi bisa saja sakit karena kedinginan.
Air mata mulai menggenang. Aku tidak tahu Zheng Xi bisa berbuat sejauh itu.
Bu shi ni de cuo (Bukan salahmu)..” Zheng Xi berkata sambil menyeka air mataku yang mengalir. “Aku yang bodoh.” Lanjutnya.
Aku menggeleng. Zheng Xi sama sekali tidak bodoh. Perbuatannya itu sukses membuat hatiku lumpuh.
Zheng Xi tersenyum lembut, senyuman yang selalu aku suka. Ia pun membuka kotak beludru itu dan tampaklah sebuah cincin yang sangat cantik, dengan berlian berbentuk bintang di atasnya. Bintang. Objek favoritku.
“Li.. Li Xue..” katanya masih dengan malu-malu. Aku tersenyum kecil melihatnya. “Ni yuan yi.. jia gei wo ma (Apa kau bersedia menikah denganku)?”
Meskipun aku sudah tahu apa yang ingin dikatakan Zheng Xi, tapi aku masih merasa takjub. Seorang Zheng Xi yang tidak pernah mengungkapkan isi hatinya, kini mengajakku menikah. Keberanian Zheng Xi ini sungguh membuatku terharu.
Wo yuan yi (Aku bersedia).” Kataku tanpa keraguan sama sekali.
Mata Zheng Xi berbinar cerah. Ia pun memakaikan cincin pemberiannya di jari manisku. Aku tersenyum senang.
“Li Xue, cong jin tian kai shi (mulai hari ini), biarkan aku yang mendayung perahu kita.” Kata Zheng Xi dengan lembut.
Aku menggeleng kuat. “Zheng Xi, kita akan mendayungnya bersama.” Kataku, membuat mata Zheng Xi semakin bersinar. Aku pun memeluk Zheng Xi. Tubuh Zheng Xi sempat menegang karena kupeluk dengan tiba-tiba, tapi kemudian ia balas memelukku.
“Ya, kita akan mendayungnya bersama.” Zheng Xi mengulangi ucapanku. Kemudian dengan sebuah kalimat lanjutan yang membuatku kian melayang, “Wo ai ni, Li Xue.”

Aku mengangguk. “Wo ye ai ni (aku juga mencintaimu).” Kataku kemudian semakin membenamkan kepalaku di dada Zheng Xi. Menghirup aroma tubuhnya yang menenangkanku, yang kini sedikit bercampur dengan sabun mandiku. Aku bahagia.