Wednesday, September 24, 2014

Popu Lady - Zhe Yang De Xing Fu Gang Gang Hao (这样的幸福刚刚好) -- Hanzi-Pinyin Lyric + Indonesia Translation


陽光照著 葉子片片閃亮
Yángguāng zhàozhe yèzi piàn piàn shǎn liàng
我閉上眼 靠在你溫熱肩膀
wǒ bì shàng yǎn kào zài nǐ wēn rè jiānbǎng
單車搖晃 你問我怕不怕路長
dānchē yáohuàng nǐ wèn wǒ pà bùpà lù zhǎng
卻沒聽到 我在背後偷笑了
què méi tīngdào wǒ zài bèihòu tōu xiàole

想讓你知道 就這樣的幸福剛剛好
xiǎng ràng nǐ zhīdào jiù zhèyàng de xìngfú gānggāng hǎo
每一天 手牽手被甜蜜圍繞 追著風到處去炫耀
měi yītiān shǒu qiānshǒu bèi tiánmì wéirào zhuīzhe fēng dàochù qù xuànyào
你的一切 都是我眼裡的無價之寶
nǐ de yīqiè dōu shì wǒ yǎn lǐ de wújiàzhībǎo
不去貪心 更多更好
bù qù tānxīn gèng duō gèng hǎo
獨一無二的你 就是我的驕傲
dúyīwú'èr de nǐ jiùshì wǒ de jiāo'ào

在你身邊 每一秒都是驚歎號
zài nǐ shēnbiān měi yī miǎo dōu shì jīngtànhào
笑和眼淚 從此都找到依靠
xiào hé yǎnlèi cóngcǐ dōu zhǎodào yīkào

想讓你知道 就這樣的幸福剛剛好
xiǎng ràng nǐ zhīdào jiù zhèyàng de xìngfú gānggāng hǎo
每一天 手牽手被甜蜜圍繞 追著風到處去炫耀
měi yītiān shǒu qiānshǒu bèi tiánmì wéirào zhuīzhe fēng dàochù qù xuànyào
你的一切 都是我眼裡的無價之寶
nǐ de yīqiè dōu shì wǒ yǎn lǐ de wújiàzhībǎo
不去貪心 更多更好
bù qù tānxīn gèng duō gèng hǎo
獨一無二的你 就是我的驕傲
dúyīwú'èr de nǐ jiùshì wǒ de jiāo'ào

想讓你知道 就這樣的幸福剛剛好
xiǎng ràng nǐ zhīdào jiù zhèyàng de xìngfú gānggāng hǎo
每一天 心貼心被快樂環繞 煩惱變得越來越少
měi yītiān xīn tiēxīn bèi kuàilè huánrào fánnǎo biàn dé yuè lái yuè shǎo
你的胸膛 變成我專屬的秘密海島
nǐ de xiōngtáng biànchéng wǒ zhuānshǔ de mìmì hǎidǎo
不去貪心 更遠更高
bù qù tānxīn gèng yuǎn gèng gāo
完整地擁有你 是最大的驕傲
wánzhěng dì yǒngyǒu nǐ shì zuìdà de jiāo'ào

不管世界有多吵鬧
bùguǎn shìjiè yǒu duō chǎonào
躲進你 的懷抱
duǒ jìn nǐ de huáibào
一起做一個美得不用醒的夢 多麼奇妙
yīqǐ zuò yīgè měi dé bùyòng xǐng de mèng duōme qímiào

不問永遠 還有多遠
bùwèn yǒngyuǎn hái yǒu duō yuǎn
只要相信 總能遇見
zhǐyào xiāngxìn zǒng néng yùjiàn
就把答案 交給時間
jiù bǎ dá'àn jiāo gěi shíjiān
總有一天 它會來到我們的眼前
zǒng yǒu yītiān tā huì lái dào wǒmen de yǎnqián

INDONESIA TRANSLATION
Cerahnya sinar matahari, lembaran-lembaran daun tampak berkilauan
Aku memejamkan mata di bahumu yang hangat
Goncangan saat bersepeda, kau bertanya apakah aku takut dengan jalan yang panjang
Tidak mendengar aku diam-diam tertawa di belakang

Ingin kau tahu kebahagiaan seperti ini sudah cukup
Setiap hari bergandengan tangan dikelilingi oleh rasa yang manis,
mengejar angin di sekitar untuk dipamerkan
Semua yang ada pada dirimu tidak ternilai harganya di mataku
Tidak serakah bahwa lebih banyak lebih baik
Keunikan-mu adalah kebanggaanku

Di sisimu, setiap detik adalah hal yang menyenangkan
Tawa dan air mata sejak saat itu telah menemukan tempat untuk bersandar

Ingin kau tahu kebahagiaan seperti ini sudah cukup
Setiap hari bergandengan tangan dikelilingi oleh rasa yang manis,
mengejar angin di sekitar untuk dipamerkan
Semua yang ada pada dirimu tidak ternilai harganya di mataku
Tidak serakah bahwa lebih banyak lebih baik
Keunikan-mu adalah kebanggaanku

Ingin kau tahu kebahagiaan seperti ini sudah cukup
Setiap hari hati ke hati dikelilingi oleh kebahagiaan, kesedihan menjadi semakin berkurang
Dadamu menjadi pulau rahasiaku yang istimewa
Tidak serakah untuk lebih jauh lebih tinggi
Kesempurnaan dalam memilikimu adalah kebanggaan terbesar

Tidak peduli seberapa bising dunia
Bersembunyi dalam pelukanmu
Bersama-sama membuat mimpi indah yang tak perlu dibangun, betapa indahnya

Tidak bertanya masih berapa jauh selamanya
Hanya percaya suatu hari pasti dapat bertemu
Biarkan waktu yang menjawabnya
Suatu hari ia pasti akan datang ke hadapan kita


Tuesday, September 23, 2014

這樣的幸福剛剛好 (Zhe Yang Xing Fu Gang Gang Hao - This Kind of Happiness is Enough) - Short Story

“Ya Lun, wo xi huan ni (Aku menyukaimu)!” aku memejamkan mata saat meneriakkan kalimat itu. Lalu kubuka mataku untuk melihat reaksi Ya Lun. Sembari membubuhkan tanda tangan pada album terbarunya, ia menatapku dan tersenyum. Ya, senyum itulah yang membuatku tidak bisa tidur setiap malam selama 5 tahun belakangan ini. Senyuman yang sangat kurindukan.
Xie Xie (Terima kasih).” Katanya.
Aku mengerjapkan mataku. Terima kasih? Oh, bukan itu yang ingin kudengar. Aku tidak perlu ucapan terima kasihnya. Aku perlu jawaban. Tapi setelah berpikir bahwa di mata Ya Lun, hubunganku dan dia hanyalah sebatas idola dan penggemarnya, aku lantas kecewa dan menggelengkan kepalaku.
Bu shi! Wo xi huan ni! Zhen de xi huan ni. (Bukan! Aku menyukaimu! Benar-benar menyukaimu!)” Bagus! Kini aku terlihat seperti orang yang keras kepala dan tidak tahu malu. Sementara Ya Lun mengernyit bingung, namun senyuman belum lepas dari wajahnya.
“Ya Lun, ni ji de wo ma? (Kau ingat padaku tidak?)” tanyaku, masih tidak mau kalah.
Kernyit di dahi Ya Lun semakin dalam. Aku sadar aku telah melakukan hal bodoh. Kejadian antara aku dan Ya Lun sudah lama terjadi dan tidak bisa dikatakan sebagai sebuah peristiwa yang besar. Setidaknya untuk Ya Lun. Tapi bagiku, kejadian tersebut berdampak besar bagiku, terutama hatiku.
Xiao jie, ni de zhuan ji (Nona, ini albummu).” Kata salah satu staff sambil menyerahkan album yang telah ditandatangani Ya Lun padaku. Aku terpaksa mengalihkan perhatianku dan mengambil album tersebut.
Wo xi huan ni (Aku menyukaimu).” Kataku lagi, kali ini dengan tatapan yang lebih serius.
“Oh, Xie xie.” Lagi-lagi ucapan terima kasih yang kudapat. Aku menghela nafas kecewa lalu berbalik pergi sebelum penggemar lain mendecak sebal karena aku menghalangi mereka untuk segera bertatap muka dengan Ya Lun.
Sementara Ya Lun kembali sibuk menyapa dan memberi tandatangan, aku masih menatapnya dari kejauhan. Kalau perlu sampai acara ini selesai.
Aku kembali mengulang kejadian antara diriku dengan Ya Lun. Sekitar lima tahun yang lalu saat aku masih duduk di bangku SMP.

“Hei, kau jangan kegenitan ya! Dong Xun itu pacarku! Jangan berani kau mendekatinya! Memangnya kau pikir kau ini siapa? Hanya gadis miskin tak tahu diri yang nyasar di sekolah kami!”
Aku terdiam saat dipojokkan oleh senior di sekolahku. Begitu bel pulang sekolah berbunyi dan aku melangkah keluar kelas, dua orang seniorku segera menyeretku keluar sekolah. Aku dibawa ke sebuah lapangan kosong yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Di sana sudah menunggu seorang siswi senior cantik yang tentunya sangat populer di sekolah bernama Vivian. Aku hampir tidak percaya bahwa sekarang akulah yang akan jadi korban penindasan mereka. Aku memang pernah mendengar betapa sadisnya senior cantik yang satu ini. Kata murid-murid yang lain, jangan pernah mendekati pacar Vivian jika tidak mau celaka. Tapi aku tidak pernah tahu bahwa pacar Vivian yang dimaksud adalah Dong Xun, ketua klub sastra yang keren itu. Aku sudah jatuh cinta pada dunia sastra sejak kecil sehingga aku sangat senang saat mengetahui di sekolahku ini ada sebuah klub sastra, dan menjadi semakin semangat setelah bertemu dengan Dong Xun sebagai ketuanya. Dong Xun adalah orang yang sangat baik. Ia sering membantuku jika aku mengalami kesulitan, juga memberikan ilmu-ilmu sastra yang tidak pernah kuketahui sebelumnya. Aku senang dengan cara Dong Xun bercerita. Pembawaannya yang ceria membuatku ikut larut dalam setiap ucapannya. Senyumnya yang manis pun terkadang mampu membuat jantungku berdebar-debar.
“Kenapa kau diam saja? Kau tuli?!” Vivian mulai membentak, membuatku terkejut.
“A.. Aku tidak tahu.”
“Tidak tahu? Kau tidak tahu Dong Xun itu pacarku? Hah! Kau memang benar-benar kurang pergaulan! Tidak pantas sekolah di tempat kami! Sebaiknya kau keluar saja! Jangan membuat sekolah kami kotor!”
Vivian kemudian mendorongku hingga jatuh. Aku meringis kesakitan.
“Hey!” Tepat saat aku terjatuh, sebuah suara terdengar dari kejauhan. Kami menoleh bersamaan dan melihat seorang pemuda sedang berlari menghampiri kami.
“Siapa kau?” tanya Vivian dengan nada dingin. Sementara pemuda tersebut sudah berdiri di depanku yang masih terduduk di atas tanah.
“Kalian tidak perlu tahu siapa aku. Kalian tidak pantas melakukan penindasan seperti ini.” Kata pemuda itu dengan tegas.
“Kami tidak menindasnya. Dia yang mulai mencari masalah dengan kami.” Vivian tidak mau disalahkan.
“Bukan begini caranya. Pergi sekarang juga! Atau akan kulapor polisi atas tindakan penganiayaan.”
Wajah Vivian tampak sedikit pucat. Tapi ia masih berusaha bersikap tenang.
“Serius sekali. Kami kan hanya main-main.” Setelah mengatakan hal itu, Vivian mengajak dua temannya untuk pergi  meninggalkan lapangan.
Pemuda itu membalikkan tubuhnya dan mengulurkan tangannya padaku. Dengan sedikit ragu aku mengulurkan tanganku dan berdiri. Pantatku masih sedikit sakit tapi kutahan.
“Terima kasih.” Kataku.
“Sama-sama.” Pemuda itu tersenyum padaku. Entah bagaimana caranya senyuman itu langsung tertanam di otakku. Menjalar ke seluruh tubuhku dan berujung pada jantungku yang berdebar kencang. Debaran ini bahkan melebihi debaran saat aku sedang memandangi Dong Xun. Dan debaran ini berbeda. Ia memberikan kehangatan di hatiku.
“Kau harus kuat, jangan mau ditindas seperti itu.” Katanya lagi. Refleks aku menganggukkan kepalaku.
“Bagus.” Katanya lalu menepuk pelan kepalaku. Kakiku lemas seketika. Sentuhan tangannya di kepalaku entah mengapa membuatku lumpuh. Kalau saja aku tidak tahu malu, aku pasti sudah terduduk lemas. Tapi aku berusah untuk tetap menjaga keseimbangan tubuhku.
Wo shi Ya Lun. (Namaku Ya Lun). Kau?” Pemuda bernama Ya Lun itu mengulurkan tangannya, mengajakku bersalaman.
“Mei Ling.” Aku membalas jabatan tangannya. Hangat. Rasanya aku tidak ingin melepaskannya. Mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Tapi apakah ini cinta? Aku sendiri belum paham benar.
“Kau mau minta tanda tanganku?”
“Hah?” Aku mengernyit atas pertanyaan anehnya.
“Hahaha.. Kai wan xiao de la (Aku bercanda). Siapa tahu nanti aku jadi terkenal, kau akan sulit untuk mendapatkan tanda tanganku.”
Aku tertawa kecil mendengar gurauannya. Kami pun akhirnya berpisah begitu saja. Tidak saling bertukar e-mail atau nomor ponsel. Dan aku terlalu sibuk dengan debaran jantungku sehingga tidak terpikir untuk memintanya.

Siapa sangka, gurauannya menjadi kenyataan. Lihatlah ia sekarang. Menjadi aktor dan penyanyi terkenal di Asia. Ini pertama kalinya aku bisa hadir di acara tanda tangan Ya Lun, bertatap muka lagi untuk kedua kalinya. Berharap ia menyapa dan menanyakan kabarku. Tapi mengingatku saja tidak. Mungkin baginya, kejadian kecil itu tidak berarti. Hanya sepotong kejadian tak penting yang kebetulan terselip dalam perjalanan hidupnya.
Aku kecewa, tentu saja. Aku sudah berharap banyak. Aku dengan pikiran bodohku. Artis se-terkenal Ya Lun mana mungkin ingat dengan kejadian itu. Siapalah diriku ini? Hanya satu dari sekian banyak penggemar, tak lebih dari seekor kutu sekalipun, yang bermimpi bahwa seorang Ya Lun akan mengingatku hanya dari sepotong kisah tak berarti.
Ya Lun kembali tersenyum pada penggemarnya. Senyum yang dulu kupikir hanya untukku dan tertanam di benakku seorang, kini sudah menjadi milik publik. Tapi sepotong kisah itu telah menjadi kenangan tersendiri untukku. Kenangan indah yang hanya melibatkan aku dan Ya Lun seorang, meskipun ia tidak mengingatnya.
Tidak apa-apa. Setidaknya aku sudah mengungkapkan perasaanku padanya.” Ucapku dalam hati, mencoba menghibur diriku sendiri. Ya, hanya dengan melihat senyuman itu sekali lagi saja, sudah cukup membuatku bahagia.

***

Friday, September 19, 2014

嫁給我 (Jia Gei Wo) - Marry Me

Ni gen wo jie hun, hao bu hao? (Menikahlah denganku, ya?)”
Setelah dua tahun berpacaran, akhirnya kalimat itu terlontar juga dari mulutku. Saat ini, aku dan pacarku sedang menikmati indahnya pemandangan kota Taipei di malam hari dari atas jembatan. Semalaman aku memikirkan kalimat ini. Aku mempertimbangkan semua perkataan teman-temanku. Katanya, jika aku mengatakan kalimat ini, maka harga diriku akan jatuh. Tapi aku sudah tidak peduli. Jika aku tidak mengatakannya, sampai kapanpun hubunganku tidak akan maju. Dan aku sudah bosan dengan ketidakpastian ini.
Sementara hatiku berdebar-debar menanti jawabannya, pria berkacamata di hadapanku malah menatapku bingung. Ya, kalian tidak salah baca atau mengira bahwa aku salah ketik. Pria di hadapanku ini adalah pacarku. Dan aku adalah wanita. Jadi, sekarang kalian mengerti, kan, mengapa teman-temanku berkata bahwa harga diriku akan jatuh jika aku mengucapkan kalimat yang seharusnya diucapkan oleh pria di hadapanku ini.
Aku gemas sekali melihat tingkahnya. Pacarku memang sangat pemalu. Bahkan dulu, aku yang mengajaknya berpacaran setelah melihat gerak-geriknya yang sepertinya menyukaiku. Dia memang menyukaiku, dan aku lega sekaligus senang dia menyetujui ajakanku berkencan. Aku selalu suka sifat pemalunya, membuatku ingin sering-sering menggodanya hanya untuk melihat reaksinya yang sangat manis di mataku.
Kupikir setelah lama berpacaran, dia akan berubah. Tapi ternyata tidak ada sedikitpun perubahan yang kurasakan. Bisa dibilang, selama ini akulah yang memegang kendali atas perjalanan cinta kami. Rasanya jiwa kami tertukar.
Kalau dipikir-pikir, lucu juga. Seharusnya aku memutuskan hubungan ini dan mencari pria lain yang lebih memiliki prinsip dan ketegasan. Juga bisa kujadikan sandaran jika aku sedang bersedih. Tapi yang terjadi sekarang, aku malah mengajaknya menikah. Entahlah, mungkin karena aku mencintainya. Cinta? Benarkah aku mencintainya? Bisakah aku hidup bersama dengan orang selalu bergantung padaku?
Zheng Xi menundukkan kepalanya. Ini pertanda bahwa ia sedang malu atau takut. Kali ini aku tidak tahu yang mana perasaannya. Aku gemas sekaligus kesal. Apa segitu beratnya menjawab pertanyaanku? Kenapa ia harus ragu-ragu? Bukankah selama ini dia selalu menuruti apapun yang aku minta?
“Li.. Li Xue..” suara Zheng Xi sedikit bergetar saat ia memanggil namaku, sementara kepalanya masih menunduk. “Pernikahan itu… hanya sekali seumur hidup.. Apa.. kau.. yakin? Apa kau.. sungguh mencintaiku?”
Wah, ini sungguh kejadian yang sangat jarang terjadi. Zheng Xi mengutarakan pendapatnya!
“Mengapa? Kau tidak yakin? Kau tidak mencintaiku?” aku malah menantang Zheng Xi.
Zheng Xi mengangkat wajahnya dan menatapku dengan pandangan terkejut. Tapi ia tidak mengucapkan apa-apa.
“Zheng Xi, bisakah kau bersikap tegas sekali saja? Bisakah sekali saja kau yang memegang kendali atas hubungan kita? Kenapa selalu aku yang harus maju terlebih dahulu? Aku ini wanita, dan kau pria! Aku juga ingin bersandar pada seseorang di saat aku sedih. Tidak bisakah aku mendapatkannya darimu? Bisakah kau lebih memiliki prinsip? Bahkan ajakan menikah saja kau tidak bisa mengambil keputusan!” nada suaraku semakin meninggi.
Kalau ingin jujur, sebenarnya aku lelah dengan hubungan ini. Tapi bukannya memutuskan hubungan, aku malah mengajaknya menikah, yang kemudian mungkin akan berujung dengan pertengkaran.
“Kenapa kau diam? Ni shuo hua a! Wo men jie hun, hao ma? (Bicaralah! Kita menikah, oke?)”
“Li.. Li Xue.. Masalah itu…”
Ni ai wo ma? (Apa kau mencintaiku?)” Ah, kalimat itu sudah lama ingin kutanyakan, tapi aku selalu tidak tega. Aku tidak ingin meragukan hubungan kami. Tapi sekarang, aku sudah tidak tahan lagi dan akhirnya bertanya. Memang setelah dipikir-pikir, Zheng Xi sekalipun tidak pernah mengatakan cinta padaku. Jika aku mengatakan bahwa aku mencintainya, reaksi Zheng Xi hanya tersenyum malu dan menunduk. Dulu kupikir reaksi itu berarti bahwa dia juga mencintaiku. Namun, sekarang aku menjadi ragu. Dan semakin ragu dengan keputusanku untuk mengajaknya menikah.
Wo.. (Aku..)” Aku melihat Zheng Xi ingin mengatakan sesuatu namun terasa sangat sulit.
“Kau sulit mengatakannya? Apa karena kau takut menyakitiku?”
Zheng Xi malah terdiam. Baiklah, mungkin keputusanku ini salah. Kupikir selama ini Zheng Xi mencintaiku. Tapi ternyata ini hanya kesimpulanku sendiri. Aku merasa sangat bodoh sekarang.
Ni bu ai wo, dui ba? (Kau tidak mencintaiku, benar  kan?)”
Zheng Xi masih diam. Keringat mulai terlihat di keningnya. Ini mungkin memang jawabannya. Ia tidak mencintaiku. Seharusnya sejak dulu aku menanyakan hal ini.
Dui bu qi (Maaf). Selama ini aku telah memaksakan kehendakku. Aku mengajakmu pacaran, aku yang mengambil keputusan selama ini tanpa peduli bagaimana perasaanmu. Kupikir kau juga mencintaiku. Ternyata aku yang bodoh.”
Wo men fen shou, ba.. (Kita putus saja..)” kataku lirih setelah jeda beberapa saat. “Maaf sudah menyita waktumu selama dua tahun ini.” Dan bersamaan dengan itu, air mataku menggenang dan jatuh. Aku pun membalikkan tubuhku dan melangkah pergi.
Aku berharap Zheng Xi mengejarku, menarikku ke dalam pelukannya, dan berkata bahwa ia tidak bermaksud menyakitiku, bahwa ia sebenarnya mencintaiku, dan ia ingin menikah denganku. Tapi lagi-lagi hanya aku yang berpikir terlalu banyak. Zheng Xi tidak mengejarku. Bahkan sekedar memanggil namaku pun tidak. Aku sungguh kecewa. Aku telah menyia-nyiakan waktuku dan Zheng Xi dengan hubungan yang memang seharusnya tidak pernah terjalin.
***
Ni men fen shou?! Zen me hui! (Kalian putus? Bagaimana bisa!)”
“Ha ha.. Hao ke xiao, shi ba? (Lucu kan?)”
Yi dian dou bu ke xiao (Sama sekali tidak lucu)! Dui bu qi (Maaf), aku tidak tahu kau sedang sedih, aku malah asyik bercerita tentang pacarku.”
Mei guan xi la, ni kai xin, wo ye kai xin (Tidak apa apa, kau senang, aku pun ikut senang).” Kataku dengan lirih. Tapi sungguh, aku ikut bahagia jika sahabatku ini bahagia.
Ni shuo, wei shen me? Ni bu shi shuo ni yao gen ta jie hun ma? (Katakan, kenapa? Bukankah kau bilang ingin mengajaknya menikah?)”
Ta bu ai wo. Wo hai neng shuo shen me ne? (Dia tidak mencintaiku. Apa lagi yang bisa kukatakan?)” kataku sambil  menarik nafas panjang. Air mata kembali menggenang di pelupuk mataku.
Hari sudah semakin larut. Sudah satu setengah jam berlalu sejak aku meninggalkan Zheng Xi di jembatan dan pulang ke rumah. Aku yang sedih dan butuh tempat curhat pun segera menelepon Xiao You. Ternyata hari ini Xiao You sedang bergembira karena mendapat kejutan dari pacarnya sehingga ia langsung bercerita panjang lebar bergitu aku meneleponnya. Aku pun terpaksa menunda untuk menceritakan kesedihanku hari ini. Sementara kami berbincang di telepon, hujan mulai turun deras di luar sana. Petir mulai bersahutan. Langit malam ini sepertinya mengerti kesedihanku dan turut menangis.
Ta zhen de bu ai ni? Ni zen me zhi dao? Ta gen ni shuo ma? (Dia benar-benar tidak mencintaimu? Bagaimana kau tahu? Apa dia mengatakannya padamu?)”
Bu yong shuo, wo jiu zhi dao le. Ta cong lai gen ben bu ai wo. (Tidak perlu dikatakan, aku sudah tahu. Dia selama ini memang tidak mencintaiku.)”
Dan shi, yi qian ta shuo ta xi huan ni ya. Ru guo bu xi huan, wei shen me ta yuan yi cheng wei ni de nan peng you ne? (Tapi dulu dia bilang menyukaimu. Jika tidak suka, kenapa dia mau menjadi pacarmu?)”
Ta xi huan wo. Bu shi ai. Ru guo ta ai wo, ta yi ding hui da ying gen wo jie hun. Wo xiang xiang, cong lai ta mei you shuo guo ai wo de hua. (Dia menyukaiku. Bukan cinta. Jika dia mencintaiku, dia pasti menyetujui ajakanku untuk menikah. Setelah dipikir-pikir selama ini dia tidak pernah mengatakan cinta padaku.)” Aku tertawa getir.
Li Xue.. Ni bi xu nai xin. Wo xiang xin, you yi tian, ni neng zhao dao geng hao geng hao de nan sheng. (Kau harus bersabar. Aku percaya, suatu hari nanti kau bisa menemukan pria yang lebih baik.) Pria yang bisa kau jadikan sandaran, yang bisa kau andalkan, dan mencintaimu selamanya. Ni bu yao zai nan guo, hao ma? (Kau jangan bersedih lagi, oke?)”
Aku menghapus air mataku.
En..” aku menyanggupinya, walaupun aku tau akan sulit rasanya untuk tidak bersedih.
“Li Xue, sudah satu jam kita berbincang di telepon. Ini sudah malam, sebaiknya kau tidur. Istirahatlah, jangan terlalu dipikirkan. Putus cinta adalah hal yang wajar.”
“Entahlah apa aku bisa tidur atau tidak.”
“Kau harus bisa! Aku tidur dulu ya, sampai jumpa besok.”
“Ya. Sampai jumpa besok. Terima kasih sudah mau kutelepon malam-malam.”
Mei you wen ti la. Bu yao ke qi. Wo men shi hao peng you ma. (Tidak masalah. Jangan sungkan. Kita kan sahabat.)”
Aku tersenyum kecil. “Baiklah. Wan an (Selamat malam).”
“Ya, wan an, Li Xue.”
Telepon terputus. Suasana mendadak sunyi. Hanya terdengar suara hujan yang sangat deras di luar sana. Aku kembali menghela nafas panjang. Suasana sunyi ini mulai menyiksaku.

Yue xiang kan de jian, yue kan bu jian
Yue xiang kao xin li jin yi dian, yue zou de yao yuan..
Yue shi qian shan wan shui, yue xiang yong li qu zhui…
Wo de meng he shi neng bu luo kong..
Ni shi fou hui zai xia ge lu kou.”

Dengan malas aku mengambil ponselku yang berdering dan mataku seketika terbelalak melihat siapa yang meneleponku. Zheng Xi? Untuk apa lagi ia meneleponku?
Wei..” aku menjawab dengan nada dingin.
Terdengar suara berisik di seberang telepon. Di mana Zheng Xi berada sekarang? Apa ia sedang di luar rumah? Bukankah di luar sedang hujan?
Suara desahan nafas terdengar.
Wei? Zheng Xi?” aku mulai panik.
“…”
“Zheng Xi? Ni zai na’r?”
“Li.. Li Xue..” akhirnya suara Zheng Xi terdengar, meskipun hampir kalah dengan suara berisik dari sekelilingnya. “Bu.. Buka pintu. Kumohon..”
“Hah? Wei? Zheng Xi? Kau di mana?”
“Bu.. Buka pintu. Aku ada di depan wisma.”
Aku segera membanting ponselku begitu otakku bisa mencerna ucapan Zheng Xi. Zheng Xi ada di depan wisma? Aku pun berlari keluar kamar setelah mengambil payung dan kunci gembok, kemudian dengan cepat menuruni tangga menuju gerbang depan. Satpam tidak terlihat di pos nya, entah ke mana. Aku mulai kesal dengan kinerja keamanan di wisma tempatku tinggal.
Aku membuka payung begitu sampai di lantai bawah dan kakiku menjadi lemas seketika melihat Zheng Xi berdiri di depan gerbang sambil menggigil kedinginan. Sudah berapa lama ia berada di luar? Mengapa ia ada di sini? Begitu banyak pertanyaan yang melintas dalam otakku. Namun aku berusaha mengabaikannya. Dengan cepat aku membuka gembok dan gerbang wisma. Kupayungi Zheng Xi. Ia tersenyum melihatku.
Bodoh! Dalam keadaan begini ia masih bisa tersenyum.
“Zheng Xi! Ni shi sha gua ya (Kau bodoh ya)? Kenapa kau bisa ada di sini? Masuklah. Hari ini menginap saja di tempatku.”
“Tidak.” Zheng Xi menarik tangannya saat aku hendak menariknya masuk ke dalam wisma.
“Zheng Xi! Kau bisa sakit jika berada di luar. Aku tahu, kau tidak sudi menginjak kamarku lagi. Aku tahu kau tidak mau berada di dekatku lagi. Tapi kumohon, masuklah.”
“Aku sudah mengumpulkan semua keberanianku. Jadi sebelum keberanianku surut, aku ingin menyelesaikannya sekarang.” Kata Zheng Xi dengan sedikit gemetar.
“Keberanian apa? Kau bisa mengatakannya di dalam.”
Bu xing (tidak bisa).”
“Kenapa tidak bisa? Kumohon, masuk ke dalam. Aku tidak ingin kau sakit. Keringkan badanmu dulu. Apa yang ingin kau bicarakan, bisa kita bicarakan di dalam. Ayo!”
Aku kembali menarik tangan Zheng Xi. Namun ia masih bergeming. Sedetik kemudian Zheng Xi malah menarik tanganku dan memelukku dengan erat. Bajunya yang basah mengenai bajuku. Seketika tangan dan kakiku menjadi lemas. Payung yang kupegang terjatuh dan dengan cepat hujan membasahi seluruh tubuhku. Tapi aku tidak peduli. Yang ada di pikiranku saat ini adalah ketidakpercayaanku pada apa yang sedang terjadi.
Zheng Xi memelukku! Dia memelukku dengan erat! Meskipun hujan membasahi tubuhku, tapi entah mengapa aku justru merasa hangat. Dan kehangatan ini menjalar ke seluruh tubuhku, terutama hatiku.
“Zheng.. Zheng Xi.” Aku memanggilnya dengan lirih dari balik bahunya. “Ke.. Kenapa..”
Wo ai ni(Aku mencintaimu), Li Xue.”
Kalimat itu memang terdengar lemah, tapi aku yakin aku tidak salah mendengar. Ucapan itu terasa begitu dekat di telingaku.
“Aku mencintaimu.” Zheng Xi mengulang ucapannya, membuatku semakin yakin bahwa aku memang tidak salah dengar. “Aku tau aku selama ini bodoh, membebanimu dengan sikap pengecutku. Aku membiarkanmu sendirian mengayuh perahu kita. Aku pengecut karena tidak dapat mengutarakan pendapatku selama ini. Aku.. Aku bahagia bisa bersamamu selama dua tahun ini. Dan aku tentu bahagia saat kau mengajakku menikah denganku tadi, tapi juga sekaligus sedih dan marah. Seharusnya akulah yang mengucapkan kalimat itu, bukan kau. Tapi aku terlalu pengecut untuk sekedar mengatakan isi hatiku, sehingga kau pergi meninggalkanku. Aku telah membiarkanmu berpikir bahwa aku tidak mencintaimu. Aku.. Aku mencintaimu, Li Xue. Sungguh. Maafkan aku karena tidak pernah mengatakannya. Saat kau pergi tadi, aku tersadar. Aku sadar bahwa aku salah selama ini. Aku tidak bisa kehilanganmu hanya karena sifatku ini.”
Ya, Tuhan, ini kalimat terpanjang yang pernah Zheng Xi ucapkan selama aku mengenalnya. Sekarang justru aku yang dibuat tak mampu berkata-kata oleh Zheng Xi. Aku terlalu hanyut dalam setiap kata yang diucapkannya.
Perlahan Zheng Xi melepaskan pelukannya. Wajahnya kini tampak semakin pucat dan gemetar. Aku sungguh tidak tega melihatnya.
“Zheng Xi,  masuklah. Kumohon. Kau sudah mengucapkan apa yang ingin kau ucapkan.” Kataku lirih.
Zheng Xi mengangguk. Aku pun tersenyum, kemudian mengambil payung dan menarik Zheng Xi masuk ke dalam wisma.
“Mandilah. Aku akan menyiapkan coklat hangat dan selimut untukmu.” Kataku setelah memberikan handuk,  kaos besar, dan celana rumah milikku untuk Zheng Xi. Zheng Xi mengangguk sambil tersenyum dan masuk ke dalam kamar mandi. Hatiku menghangat kembali. Ini juga pertama kalinya Zheng Xi mandi di wisma-ku.
Setelah mengambil selimut dan meletakkanya di sofa ruang tamu, aku segera menyiapkan segelas coklat hangat untuknya. Sembari menunggu Zheng Xi selesai mandi, aku merenungkan ucapannya tadi sambil mengeringkan rambutku sendiri dengan handuk. Zheng Xi mencintaiku. Sungguh aku sangat bahagia dengan pengakuannya. Ternyata aku tidak bertepuk sebelah tangan.
Begitu mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, aku segera menghampiri Zheng Xi dan menyuruhnya duduk di sofa. Aku pun mengambil coklat hangat yang telah kubuat dan kutaruh di atas meja dekat sofa.
“Minumlah.” Kataku.
Xie xie (terima kasih).”
Aku tersenyum dan duduk di sebelahnya, memandangi Zheng Xi yang sedang meneguk coklatnya. Aku memang sering mengamati wajah Zheng Xi. Bagaimana bentuk rahangnya yang tegas, mata coklatnya yang teduh dengan kacamata yang membingkai, hidungnya yang mancung, dan bibir penuh yang indah. Dengan balutan kaos milikku yang ternyata sedikit ketat, membuat badannya yang bidang terlihat sangat kokoh. Aku sendiri masih tidak menyangka, pria segagah Zheng Xi bisa memiliki sifat yang sangat pemalu.
“Kau istirahatlah.” Kataku setelah Zheng Xi menghabiskan coklatnya. Aku pun beranjak dari sofa, hendak masuk ke dalam kamar dan tidur. Tapi Zheng Xi menahanku sehingga aku kembali duduk di sofa.
Zen me le (Kenapa)?” tanyaku.
Zheng Xi tidak menjawab. Ia merogoh kantong celana milikku yang sedang dipakainya, kemudian mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah yang basah.
“Li.. Li Xue.. Kau tahu? Aku selalu membawa kotak ini ke manapun aku pergi. Tapi hari ini aku lupa membawanya. Karena itulah aku sangat terkejut dengan ucapanmu di jembatan tadi.”
Aku menatapnya dengan bingung. Zheng Xi menarik nafas kemudian melanjutkan ucapannya.
“Sebenarnya.. Saat itu juga aku ingin menghentikan ucapanmu dan mengatakan hal yang seharusnya akulah yang mengucapkannya. Tapi aku… Aku tidak bisa mengucapkannya tanpa kotak ini.”
Jantungku mulai berdetak kencang. Apa ini? Apa Zheng Xi mau melamarku? Tidak mungkin, kan?
“Makanya aku tidak menahanmu saat kau pergi. Aku malah berlari pulang untuk mengambil kotak ini, dan menuju wisma-mu. Aku tidak peduli hujan deras dan petir menyambar. Yang ada di pikiranku tadi adalah aku tidak mau semuanya berakhir. Aku tidak ingin berpisah denganmu. Aku sudah berulang kali mengetuk gerbang tapi tidak ada yang membukanya. Aku mencoba meneleponmu berulang-ulang tapi selalu nada sibuk.”
Aku pun teringat bahwa tadi aku memang berbincang dengan Xiao You di telepon selama satu jam. Dan selama itu pula Zheng Xi menungguku di bawah. Aku benar-benar terkejut dan menutup mulutku dengan kedua tanganku. Aku begitu jahat, membiarkan Zheng Xi menunggu di luar selama itu! Zheng Xi bisa saja sakit karena kedinginan.
Air mata mulai menggenang. Aku tidak tahu Zheng Xi bisa berbuat sejauh itu.
Bu shi ni de cuo (Bukan salahmu)..” Zheng Xi berkata sambil menyeka air mataku yang mengalir. “Aku yang bodoh.” Lanjutnya.
Aku menggeleng. Zheng Xi sama sekali tidak bodoh. Perbuatannya itu sukses membuat hatiku lumpuh.
Zheng Xi tersenyum lembut, senyuman yang selalu aku suka. Ia pun membuka kotak beludru itu dan tampaklah sebuah cincin yang sangat cantik, dengan berlian berbentuk bintang di atasnya. Bintang. Objek favoritku.
“Li.. Li Xue..” katanya masih dengan malu-malu. Aku tersenyum kecil melihatnya. “Ni yuan yi.. jia gei wo ma (Apa kau bersedia menikah denganku)?”
Meskipun aku sudah tahu apa yang ingin dikatakan Zheng Xi, tapi aku masih merasa takjub. Seorang Zheng Xi yang tidak pernah mengungkapkan isi hatinya, kini mengajakku menikah. Keberanian Zheng Xi ini sungguh membuatku terharu.
Wo yuan yi (Aku bersedia).” Kataku tanpa keraguan sama sekali.
Mata Zheng Xi berbinar cerah. Ia pun memakaikan cincin pemberiannya di jari manisku. Aku tersenyum senang.
“Li Xue, cong jin tian kai shi (mulai hari ini), biarkan aku yang mendayung perahu kita.” Kata Zheng Xi dengan lembut.
Aku menggeleng kuat. “Zheng Xi, kita akan mendayungnya bersama.” Kataku, membuat mata Zheng Xi semakin bersinar. Aku pun memeluk Zheng Xi. Tubuh Zheng Xi sempat menegang karena kupeluk dengan tiba-tiba, tapi kemudian ia balas memelukku.
“Ya, kita akan mendayungnya bersama.” Zheng Xi mengulangi ucapanku. Kemudian dengan sebuah kalimat lanjutan yang membuatku kian melayang, “Wo ai ni, Li Xue.”

Aku mengangguk. “Wo ye ai ni (aku juga mencintaimu).” Kataku kemudian semakin membenamkan kepalaku di dada Zheng Xi. Menghirup aroma tubuhnya yang menenangkanku, yang kini sedikit bercampur dengan sabun mandiku. Aku bahagia.

Sunday, September 14, 2014

Aaron Yan 炎亞綸 - 這不是我 (Zhe Bu Shi Wo - This is Not Me) - Lyric and Indonesia Translation

一整天 那么累了 我还跑了 九十分钟
Yi zheng tian na me lei le wo hai pao le jiu shi fen zhong
这剧情 那么沉重 我却看到 差一点笑了
Zhe ju qing na me chen zhong wo que kan dao cha yi dian xiao le
家就在 下个路口 我怎么了 还会走错
Jia jiu zai xia ge lu kou wo zen me le hai hui zou cuo
圣诞节 过了多久 我还在过 情人节快乐
Sheng dan jie guo le duo jiu wo hai zai guo qing ren jie kuai le

照理来说那时候 没有谁我都能一个人生活
Zhao li lai shuo na shi hou mei you shui wo dou neng yi ge ren sheng huo
为什么在妳走后 我却变得 不像我
Wei shen me zai ni zou hou wo que bian de bu xiang wo

只不过听到歌 眼就要红 这不是我 一定不是我
Zhi bu guo ting dao ge yan jiu yao hong zhe bu shi wo yi ding bu shi wo
一想到妳 心就要痛 这不是我 我没那么弱
Yi xiang dao ni xin jiu yao tong zhe bu shi wo wo mei na me ruo
爱过应该变得成熟 和平的分手应该是种收获
Ai guo ying gai bian de cheng shou he ping de fen shou ying gai shi zhong shou huo
紧握回忆要做什么 这样不能失去谁的人
Jin wo hui yi yao zuo shen me zhe yang bu neng shi qu shui de ren

不是我 不是我
Bu shi wo bu shi wo

天空海阔的尽头
Tian kong hai kuo de jin tou
如果我终于能走过那斜坡
Ru guo wo zhong yu neng zou guo na xie po
像朋友那样吻我
Xiang peng you na yang wen wo
就算我已 不是我
Jiu suan wo yi bu shi wo

只不过听到歌 眼就要红 这不是我 一定不是我
Zhi bu guo ting dao ge yan jiu yao hong zhe bu shi wo yi ding bu shi wo
一想到妳 心就要痛 这不是我 我没那么弱
Yi xiang dao ni xin jiu yao tong zhe bu shi wo wo mei na me ruo
爱过应该变得成熟 和平的分手应该是种收获
Ai guo ying gai bian de cheng shou he ping de fen shou ying gai shi zhong shou huo
紧握回忆要做什么 这样不能失去谁的人
Jin wo hui yi yao zuo shen me zhe yang bu neng shi qu shui de ren

不是我
Bu shi wo

只不过睡不着 泪就失控 这不是我 一定不是我
Zhi bu guo shui bu zhao lei jiu shi kong zhe bu shi wo yi ding bu shi wo
一想到妳 人就要疯 这不是我 我没那么弱
Yi xiang dao ni ren jiu yao feng zhe bu shi wo wo mei na me ruo
原本我要豁达宽容 学到的智慧结果都没有用
Yuan ben wo yao huo da kuan rong xue dao de zhi hui jie guo dou mei you yong
赔上自由也不挣脱 这样不懂爱自己的人
Pei shang zi you ye bu zheng tuo zhe yang bu dong ai zi ji de ren
不是我
Bu shi wo

妳最深爱的人 已不是我
Ni zui shen ai de ren yi bu shi wo
妳不舍得的人 已不是我
Ni bu she de de ren yi bu shi wo
妳最深爱的人 已不是我
Ni zui shen ai de ren yi bu shi wo
妳不舍得的人 已不是我
Ni bu she de de ren yi bu shi wo

[INDONESIA TRANSLATION]
Satu hari yang begitu lelah, aku masih berlari selama sembilan puluh menit
Kisah ini begitu berat, aku yang melihatnya pun hampir tertawa
Rumah ada di persimpangan berikutnya, bagaimana bisa aku masih salah melangkah
Natal sudah lama berlalu, aku masih melewati hari Valentine

Logikanya pada saat tidak ada siapapun, aku bisa hidup sendiri
Mengapa saat kau meniggalkanku, aku menjadi seperti bukan diriku

Hanya sekedar mendengarkan lagu, mataku memerah
Ini bukan diriku, pasti bukan diriku
Setiap memikirkan dirimu, hati ini sakit
Ini bukan diriku, aku tidak selemah itu
Pernah mencintai seharusnya bisa membuat kita dewasa
Putus cinta secara baik-baik seperti semacam tuaian
Apa yang harus dilakukan pada segenggam kenangan oleh orang yang tidak bisa kehilangan

Bukan diriku, bukan diriku

Langit adalah akhir dari laut luas
Jika aku akhirnya dapat melewati tanjakan itu
Kecup aku layaknya seorang teman
Bahkan jika aku bukanlah diriku

Hanya sekedar mendengarkan lagu, mataku memerah
Ini bukan diriku, pasti bukan diriku
Setiap memikirkan dirimu, hati ini sakit
Ini bukan diriku, aku tidak selemah itu
Pernah mencintai seharusnya bisa membuat kita dewasa
Putus cinta secara baik-baik seperti semacam tuaian
Apa yang harus dilakukan pada segenggam kenangan oleh orang yang tidak bisa kehilangan

Bukan diriku

Hanya sekedar tidak bisa tidur, air mata pun mengalir tak terkendali
Ini bukan diriku, pasti bukan diriku
Setiap memikirkan dirimu, aku seperti orang gila
Ini bukan diriku, aku tidak selemah itu
Awalnya aku ingin menoleransi dan berpikiran terbuka
Namun kebijaksanaan yang telah dipelajari, hasilnya pun tidak berguna
Bebas dari kehilangan juga tidak berjeda
Seperti itulah orang yang tidak mengerti mencintai diri sendiri

Bukan diriku

Orang yang paling kau cintai bukan diriku
Orang yang tidak kau relakan bukan diriku
Orang yang paling kau cintai bukan diriku
Orang yang tidak kau relakan bukan diriku

---- NB: Mohon maaf jika ada terjemahan yang salah. Koreksi, kritik, dan saran akan diterima dengan baik :)

OST Fall in Love with Me (Taiwan Drama)